HAKIKAT HADITS DAN HAL YANG TERKAIT ERAT DENGANNYA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil�alamin yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Yang mana beliau telah mewariskan dua pusaka yang dapat dijadikan pedoman hidup manusia selama hidupnya, jika umat Islam berpegang teguh pada keduanya, tidak akan tersesat selama hidupnya, yaitu berupa Al-Qur�an dan Sunnah rasul. Al-Qur�an merupakan firman Allah yang mutlak berasal dari Allah swt. Sedangkan dasar-dasar hukum yang berasal dari Nabi Muhammad saw dapat berupa hadits, sunnah, maupun atsar.
Kita sebagai umat muslim, sudah selayaknya mempelajari sumber-sumber hukum yang berasal dari Nabi saw agar dalam kehidupannya tidak akan tersesat oleh arus perkembangan zaman saat ini, sehingga penting bagi kita untuk mempelajari dan berpegang teguh pada sumber hukum yang berasal dari Al-Qur�an dan Sunnah nabi, baik berupa hadits, sunnah, dan atsar.
Namun dalam kenyataannya sumber hukum yang berasal dari Nabi, yaitu hadits, tidak semuanya dapat diamalkan. Hal tersebut disebabkan karena hadits diriwayatkan oleh perawi yang memiliki jalur sanad yang berbeda-beda dan penilaian terhadap para perawi hadits juga bermacam-macam.
Oleh karena itu hadits dibagi menjadi tiga kriteria yaitu hadits shahih, hasan, dan dhaif.  Untuk mengetahui mana hadis yang dapat diamalkan, maka perlu belajar ilmu hadis, sehingga dapat diketahui kehujjahan suatu hadis. Dengan mengetahui kehujjahan hadits dan meyakini bahwa hadits tersebut shahih, maka hadits tersebut dapat dijadikan sumber hukum dan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang pengertian hadits, sunnah, dan atsar; perbedaan antara ketiganya; perbedaan antara hadits dengan Al-Qur�an; serta kehujahhan hadits.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hadits, sunnah, dan atsar ?
2.      Apa perbedaan hadits, sunnah, dan atsar ?
3.      Bagaimana perbedaan hadits dengan Al-Qur�an ?
4.      Apa kehujahhan hadits ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian hadits, sunah, atsar.
2.      Mengetahui perbedaan hadits, sunah, atsar.
3.      Mengetahui perbedaan hadits dengan Al-Qur�an.
4.      Mengetahui kehujahhan hadits.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hadits, Sunah, Atsar
1.      Pengertian Hadits
Hadits menurut bahasa adalah :
Jadid, yang baru lawan qadim; Qarib :yang dekat, yang belum lama terjadi seperti dalam perkataan haditsul ahdi bil islam (orang yang baru memeluk agama islam).
Jamaknya  hidats, hudatsa�, dan huduts; Khabar : warta atau berita, yakni ma yatahaddatsu bihi wa yunqalu (sesuatu yang dipercakapkandan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang), sama maknanya dengan hidditsa. Dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah[1].
a.       Menurut Istilah Ulama Hadits
???? ????????????? ?????????? ????? ????? ???????? ????????? ???? ?????? ?????????? ???????????????????????? ??????????? ???? ??????????
 � Segala sesuatu yang diberitakan dari Rasul SAW. Baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi�
b.      Menurut Ahli Ushul Hadits
    ??????????? ?????? ????? ???????? ????????? ????????????? ??????????????? ?????? ??????????? ???? ?????? ?????
�Segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi SAW yang bersangkut paut dengan hukum.�
2.      Pengertian Sunnah
Kata sunnah jamaknya sunan, menurut bahasa (lughah) sunnahbermakna jalan yang ditempuh/dijalani, baik terpuji ataupan tidak. Suatu tradisi yang sudah dibiasakan,dinamakan sunnah,walaupun tidak baik.
Sunnahmenurut istilah Muhaddatsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir, pengajaran, sifat, perilaku, perjalanan hidup Nabi saw. sebelum diangkat menjadi rasul, maupun sesudahnya . Sebagian besar Muhadditsin menegaskan, bahwa sunnah dalam arti ini menjadi muradif (sinonim) bagi kata hadits.
              Sunnahmenurut pendapat Ahli Ushul Fiqh ialah segala yang dinukilkan dari Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir yang berkaitan dengan hukum[2].
a.       Contoh-contoh Sunnah
1)      Sunnah Qauliyah
Berupa segala perkataan/ucapan Nabi saw
????????????????? ?? ?????????????. (???? ????? ?? ?????)
�Segala amalan itu mengikuti niat�(HR. Bukhari dan Muslim)
2)      Sunnah Fi�liyah
Berupa segala perbuatan Nabi saw, seperti cara-cara mendirikan sholat, rakaatnya, cara-cara mengerjakan ibadah haji, adab-adab berpuasa dan memutuskan perkara berdasarkan saksi dan berdasarkan sumpah, semua ini diterima dari Nabi saw dengan perantaraan sunnah fi�liyah, lalu para sahabat menukilkannya.
Untuk meneladaninya dalam hal sholat, Nabi saw bersabda :
??????? ????? ???? ??????? ??? ????????. (???? ????? ?? ?????)
                            �Bersholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat�(HR. Bukhari dan Muslim)
                                        Dalam urusan haji Nabi saw bersabda :
(???? ?????)????????????? ?????????????
                            �Ambillah dariku cara-cara mengerjakan haji.�(HR. Muslim)

3)      Sunnah Taqririyah
Taqrir ialah :
a.       Membenarkan (tidak mengingkari) sesuatu yang diperbuat oleh seorang sahabat (orang yang mengikuti syara�) dihadapan Nabi saw, atau diberitakan kepada beliau, lalu beliau tidak menyanggah atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa beliau menyetujuinya.
Nabi saw membenarkan ijtihad para sahabat mengenai sholat Ashar di Bani Quraidhah, Nabi saw bersabda :
�Jangan seseorang dari kamu bersholat melainkan di Bani Quraidhah�
Sebagian sahabat memahami hadita ini dari zhahirnya. Karena itu mereka tidak mengerjakan sholat ashar sebelum sampai di bani quraidhah. Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud nabi ialah bersegera pergi kesana, karena itu mereka mengerjakan sholat ashar di waktunya, sebelum sampai di bani quraidhah. (HR. Al-Bukhari)[3]
Berita mengenai dua perbuatan sahabat ini sampai kepada Nabi. Beliau diam tidak berkata apa-apa.
b.      Menerangkan bahwa apa yang diperbuat oleh para sahabat itu adalah baik serta menguatkannya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Khalid Ibn Malik memakan dhab (sejenis biawak) yang dihidangkan orang kepada Nabi saw. padahal Nabi saw enggan memakannya. Khalid bertanya, �Apakah kita diharamkan makan dhab ya Rasulullah?� Nabi saw menjawab: Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeriku (karena itu aku tidak memakannya). Makanlah, sesungguhnya dia halal.�(HR. Bukhari dan Muslim).

3.      Pengertian Atsar
Atsar menurut bahasa ialah bekas sesuatu, atau sisa sesuatu. Berarti pula nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu doa umpamanya yang dinukilkan dari Nabi saw dinamai doa ma�tsur. Jamaknya atsar dan utsur.
Menurut istilah Jumhur Ulama ,atsar sama artinya dengan khabar dan hadits.Mengingat hal ini, dinamailah ahli hadits dengan atsary.
Para fuqaha memakai istilah atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, thabi�in, dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa atsar lebih �amm (umum) daripada khabar.Atsar dihubungkan kepada yang datang dari Nabi saw dan yang selainnya. Sedangkan khabardihubungkan kepada yang datang dari Nabi saw saja[4].
Menurut Muhammad Al-Zafzaf, atsar berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada selain Nabi SAW. yang secara khusus dinamakan Hadis Mauquf[5].

  1. Perbedaan Hadits, Sunah, Atsar
            Perbedaan antara hadits, sunah, dan atsar memang sangat tipis. Hadits oleh kebanyakan ulama diartikan sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun tingkah laku Nabi Muhammad SAW[6].
            Sunah adalah segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Saw berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat, dan tingkah laku Nabi yang mempunyai nilai ibadah dan hukum baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya. Menurut ahli hadits, pengertian sunnah lebih luas dari hadits.
 Adapun atsar tidak berbeda jauh dengan hadits dan sunah. Kata atsar menurut para fukaha lebih digunakan untuk perkataan-perkataan sahabat dan tabiin. Karena itu, kata atsar juga berarti khabar.
Ada beberapa ahli yang secara tegas membedakan antara Hadits dan Sunnah[7] :
a.       Dr. Yusuf Musa, Seorang Guru Besar Universitas Kairo, mengatakan bahwa Sunnah ialah apa yang keluar dari Nabi SAW. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Sedangkan hadits ialah apa yang keluar dari Nabi SAW berupa perkataan saja.
b.      Ibn al-Kamal berpendapat bahwa Sunnah adalah sesuatu yang dinukil dari Nabi SAW. baik berupa perbuatan ataupun sabdanya. Sedangkan hadits ialah khusus sabdanya saja.

c.       Dr. Taufiq dalam kitabnya Din Allah Swt fi kutub Anbiya�ihmenjelaskan bahwa Sunnah adalah suatu jalan yang dilakukan oleh Nabi SAW. Secara continue dan diikuti oleh para sahabatnya. Sedangkan hadits adalah ucapan-ucapan Nabi SAW yang diriwayatkan oleh seorang, dua, atau tiga orang perawi dan tidak ada yang mengetahui ucapan-ucapan tersebut selain mereka sendiri.
d.      Hasbi ash-Shiddieqy secara tegas juga menyatakan bahwa hadits dan sunnah tidak identik. Ia berpendapat bahwa Hadits merupakan sesuatu urusan yang bersifat teori sedangkan Sunnah merupakan sesuatu urusan yang dipraktekkan bersama. 
Berikut merupakan tabel  perbedaan antara Hadits,Sunnah dan Atsar.
NO
HADITS
SUNNAH
ATSAR
1
Bersifat umum
Bersifat khusus
-
2
Segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi tanpa terkecuali
Segala sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan Nabi yang mempunyai akibat hukum dan ibadah.
-
3
Sumbernya dari ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi
Sumbernya dari perbuatan Nabi yg mengandung nilai hukum dan ibadah
Segala sesuatu yg datang dari kalangan sahabat atau tabiin saja
4
Terjadi satu kali
Terjadi berkali-kali
-
5
Lebih sempit dari sunnah
Lebih luas dari hadits
-
6
Qauliyah Nabi SAW
Fi�liyah Nabi SAW
-

C.    Perbedaan Hadits dengan Al-Qur�an
1.      Perbedaan Hadits Qudsy dan Al-Qur�an
            Berdasarkan keterangan dalam buku �Ikhtisar Mushthalalul Hadits� bahwa perbedaan keduanya adalah sebagai berikut. [8]
  1. Semua lafadh-lafadh (ayat-ayat) Al Qur�an adalah mu�jizat dan mutawatir, sedang hadits qudsy tidak demikian.
  2. Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur�an, tidak berlaku bagi Al-Hadits seperti pantangan menyentuhnya bagi orang yang sedang berhadats kecil dan pantangan membacanya bagi orang yang berhadats besar sedangkan untuk hadits (qudsy) tidak ada pantangannya.
  3. Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur�an memberikan hak pahala kepada pembacanya sepluh kebaikan.
  4. Meriwayatkan Al-Qur�an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadh sinonimnya.
    Dan dalam buku yang berjudul �Hadits Qudsy� dijelaskan bahwa ulama telah mengemukakan beberapa perbedaan antara Al-Qur�anul Karim dengan Hadits Qudsy yang mulia, antara lain sebagai berikut.[9]
  1. Isi Al-Qur�an dan susunan kalimatnya menunjukkan mu�jizatnya tantangan kepada manusia untuk menandinginya, sedangkan Hadits Qudsy tidak demikian.
  2. Al-Qur�an yang mulia ialah firman Allah yang setiap lafadznya menjadi ibadah apabila dibca dan diperintahkan di waktu sholat. Sedangkan hadits qudsi tidaklah demikian.
  3. Al-Qur�an yang mulia ialah firman Allah yang setiap lafadhnya menjadi ibadah apabila dibaca dan diperintahkan dibaca diwaktu shalat, sedangkan Hadits Qudsy tidaklah demikian.
  4. Al-Qur�an diriwayatkan secara Mutawatir yang diperintahkan dicatat, langsung di diktekan oleh Rasulullah serta ditetapkan kedudukan ayat dan surahnya, sedangkan Hadits Qudsy semuanya diriwayatkan menurut khabar Ahad dan tidak dibenarkan dicatat.
  5. Al-Qur�an yang mulia tidak boleh diriwayatkan makna dan isinya saja, sedangkan Hadits Qudsy bilamana perlu dapat diriwayatkan maknanya saja, dengan syarat rawinya (yang diriwayatkannya) itu alim dan tahu benar arti, maksud lafadh dan susunan kata-katanya sehingga memungkinkan dapat melukiskan isi dan maksud Hadits Qudsy itu.
  6. Al-Qur�an diwahyukan kepada Nabi saw dengan perantaraan Jibril, sedangkan Hadits Qudsy kadang-kadang diwahyukan melalui Jibril, sedangkan Hadits
  7. Qudsy kadang-kadang diwahyukan melalui Jibril, atau dengan mimpi atau mungkin juga berupa ilham.
  8. Al-Qur�anul Karim itu tidak boleh disentuh atau dibaca oleh orang junub atau wanita haid, kecuali apabila darurat, sedangkan Hadits Qudsy tidak demikian halnya.
  9. Kumpulan kalimat dalam Al-Qur�an disebut ayat dan dihimpun menjadi surah, sedangkan kumpulan kalimat dalam Hadits Qudsy tidak dapat disebut ayat ataupun surah.

2.      Perbedaan Antara Hadits Qudsy dan Hadits Nabawi.
Dalam buku Ikhtishar Mushthalahul Hadits dikemukakan ta�rif (definisi) Hadits Qudsy itu sebagai berikut:
�(Hadits Qudsy itu) ialah sesuatu yang dikhabarkan Allah kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham dan mimpi, kemudian Nabi Saw, menyampaikan makna dari ilham atau mimpi tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.�
Prof. M.Hasbi Ash-Shiddiqi mengatakan bahwa Hadits Qudsy itu ialah perkataan-perkataan yang disabdakan Nabi Saw. Dengan mengatakan : Allah Berfirman.
Berdasarkan beberapa pengertian kedua macam hadits tersebut maka jelas Nampak perbedaan antara Hadits Qudsy dan Hadits Nabawi itu sebagai berikut :[10]
a.       Hadits Qudsy itu ialah perkataan atau kalimat yang disabdakan oleh Rasulullah Saw dengan mengatakan : Allah berfirman atau dengan ungkapan lain yang menunjukkan bahwa itu adalah firman Allah, sedang Hadits Nabawi tidak demikian.
b.      Ungkapan lain dari sahabat perawinya dengan kalimat, yang beliau riwayatkan dari Tuhannya, sedangkan Hadits Nabawi tidak demikian.

3.      Hadits Nabawi, Hadits Qudsi dan Al-Qur�an.
Ketiga istilah ini merupakan istilah-istilah teknis yang membedakan satu dari yang lain. Penjelasan mengenai istilah-istilah tersebut kiranya perlu diberikan agar tidak terjadi kerancuan dalam memahaminya. Sebab, informasi ketiga hal itu sumbernya sama, yaitu Nabi Saw. Lalu dimana letak perbedaan nya masing-masing?
          Seluruh uraian telah dikemukakan sebelumnya secara umum berbicara Hadits Nabawi. Ketika disebut kata Hadits, maka ia identik dengan Hadits Nabawi. Jadi, istilah Hadits Nabawi mempunyai pengertian yang sama dengan istilah Hadits, yaitu segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perilaku, persetujuan beliau akan tindakan sahabat, atau deskripsi tentang sifat dan karakternya. Muatan materi Hadits Nabawi seluruhnya berasal dari Nabi Saw baik maknanya maupun susunan redaksionalnya.[11]
            Hal tersebut berbeda dengan Hadits Qudsi. Secara bahasa, qudsi berarti �suci�. Pelabelan kata qudsi pada kata Hadits dimaksudkan untuk menisbatkan Hadis tersebut kepada Allah Swt. Sebab, Hadits qudsi adalah suatu ungkapan atau pernyataan Nabi Saw yang disandarkan kepada Allah Swt selain Al-Qur�an. Karena itu Hadits qudsi disebut juga Hadits Illahi atau Hadits Rabbani.
            Sebagai contoh Allah Swt berfirman :
�Wahai Hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedholiman atas diri-Ku, dan Aku menjadikannya haram atas kamu sekalian. Oleh karena itu janganlah kalian semua saling berbuat dholim�. (al Hadits)
               Ada dua pendapat mengenai hakekat Hadits qudsi. Pertama, bahwa hadits qudsi adalah firman Allah Swt, bukan perkataan Nabi Saw. Kedua, bahwa hadits qudsi merupakan perkataan Nabi Saw dari sisi redaksinya, tetapi maknanya berasal dari Allah Swt melalui lham atau mimpi. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat. Jadi, hadits qudsi adalah hadits yang lafadznya (redaksinya) dari Nabi Saw, sedangkan isinya atau maknanya dari Allah Swt yang disampaikan melalui mimpi atau ilham. Sedangkan ungkapannya mengandung kalimat �Allah Swt berfirman:�.�, atau ucapan seorang sahabat bahwa �Nabi Saw menyampaikan riwayat dari Allah Swt demikian:�.�. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ia dinamakan hadits karena redaksinya berasal dari Nabi Saw sedangkan sifat qudsi yang dilabelkan kepadanya adalah untuk menunjukan bahwa makna yang disampaikan Nabi Saw itu berasal dari Allah Swt.
    
Berikut merupakan tabel mengenai perbedaan antara Al-Qur�an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi :[12]

Al-Qur�an
Hadits Qudsi
Hadits Nabawi
Redaksinya (lafadz) dan maknanya dari Allah Swt.
Redaksinya dari Nabi Saw, sedang maknanya dari Allah Swt.
Redaksinya (lafadz) dan maknanya dari Nabi Saw.
Diwahyukan melalui perantaraan malaikat Jibril as.
Disampaikan melalui ilham atau mimpi.
Berasal dari ijtihad Nabi Saw
Periwayatannya harus lafadz dan maknanya.
Boleh diriwayatkan dengan maknanya saja.
Boleh diriwayatkan dengan maknanya saja.
Seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir.
Umumnya diriwayatkan secara ahad.
Umumnya diriwayatkan secara ahad.
Mu�jizat Nabi Saw yang abadi.
Bukan mu�jizat.
Bukan mu�jizat
Membacanya ibadah.
Membacanya tidak ibadah.
Membacanya tidak ibadah.
Dibaca dalam Shalat.
Tidak dibaca dalam shalat.
Tidak dibaca dalam shalat.
Haram disentuh oleh orang berhadas serta haram disentuh dan dibaca oleh orang junub.
Boleh disentuh dan dibaca oleh orang berhadas dan junub.
Boleh disentuh dan dibaca oleh orang berhadas dan junub.
Nama Al-Qur�an dinyatakan secara jelas.
-
-

D. Kehujjahan Hadits
Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadis rasul merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah Al-Qur�an, dan umat islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur�an[13].
Para ulama meneliti sampai pada kesimpulan bahwa hadits shahih bisa digunakan sebagai hujjah bagi seluruh umat[14].
1.      Kehujjahan hadits Shahih dan Hasan adalah :
a.       Hadits shahih dan hasan masuk dalam kategori hadits maqbul. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat dalam hal hadits shahih yang ahad dijadikan hujjah dalam akidah.
b.      Perbedaan itu terjadi karena Mutawatir berfaedah qath�i sedangkan ahad berfaedah dzanni. Khabar dzanni tidak dapat dijadikan hujjah dalam bidang akidah. Namun demikian, ulama yang menilai hadits shahih ahad juga bernilai qath�i, maka ia juga dapat dijadikan hujjah dalam bidang akidah.
c.       Meskipun hadits hasan termasuk hadits maqbul, namun derajatnya tetap dibawah hadits shahih, jika terjadi pertentangan antara hadits hasan dan shahih, maka yang dijadikan hujjah adalah hadits yang shahih.
2.      Berhujjah dengan hadits dhaif
Boleh tidaknya berhujjah dengan hadits dhaif secara mutlak para ulama berbeda pendapat. Dari berbagai pendapat tentang beramal dengan hadits dhaif setidaknya ada tiga kelompok, yaitu
a.       Tidak dapat diamalkan secra mutlak baik fadhail a�mal maupun hukum (Bukhari, Muslim, Yahya bin ma�in, Abu bakar bin Arabi, ibn Hazm)
b.      Boleh diamalkan karena hadits dhaif lebih kuat daripada pendapat manusia biasa ( Abu Dawud dan Ahmad bin Hanbal)
c.       Dapat dijadikan hujjah dalam masalah fadhail a�mal, mau�idhah, tarhib wa targhib. ( Ibn Hajar al-Asqalani). Syarat-syaratnya:
1)      Dha�ifnya idak parah( bukan pendusta, tertuduh dusta, atau banyak salah)
2)      Terdapat dalil lain yang kuat yang dapat diamalkan
3)      Ketika mengamalkan tidak meyakini bahwa hadits tersebut betul-betul dari Nabi, tapi hanya untuk berhati-hati (ikhtiyath).

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
-          Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW, Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya dan mengandung ibadah, sedangkan atsar merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, sahabat, maupun tabi�in.
-        Perbedaan antara hadits, sunnah, dan atsar sangat tipis.
-          Al-Qur�an dan hadits memiliki beberapa perbedaan seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan diatas.
-          Hadits yang dapat dijadikan hujjah adalah yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan.


DAFTAR PUSTAKA


Ash Shiddieqy, TM. Hasbi.2011. ?Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Khumaidi,Irham.2008.Ilmu Hadits Untuk Pemula.Jakarta:CV Artha Rivera
Shalih, Subhi Ash.1995.Membahas Ilmu-Ilmu Hadits.pustaka firdaus
Suparta, Munzier.2011.Ilmu Hadits.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada
TIM MGMP Provinsi Yogyakarta.2011.Ilmu Hadits kelas XI Madrasah Aliyah Program Keagamaan.Yogyakarta
Suryadilaga, M.Alfatih.dkk.2010.Ulumul Hadis.Yogyakarta: Teras
Oktoberrinsyah.dkk,2005.Al-Hadis.Yogyakarta: Pokja Akademik
Muhammad,Abubakar. 1995. Hadits Tarbiyah. Surabaya: Al-Ikhlas






[1]Prof.Dr. TM. Hasbi ash Shiddieqy, ?Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits,(Semarang:Pustaka Rizki Putra,2011),hlm.3
                                                                                                                         
[2]Ibid,hlm.6
[3]Ibid,hlm.8
[4] Ibid,hlm.9
[5] Drs. Octoberrinsyah,M.Ag,dkk,Al-Hadis,(Yogyakarta: Pokja Akademik,2005),hlm.7
[6] Irham khumaidi, Ilmu Hadis Untuk Pemula,(Jakarta:CV Artha Rivera,2008),hlm.5
[7] Drs. Octoberrinsyah,M.Ag,dkk,Al-Hadis,(Yogyakarta: Pokja Akademik,2005),hlm.11-12
[8]Drs Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah (Surabaya: Al-Ikhlas,1995),hlm. 29
[9]Ibid,hlm 30
[10]Ibid,hlm 27
[11]Drs. Octoberrinsyah,M.Ag,dkk,Al-Hadis,(Yogyakarta: Pokja Akademik,2005),hlm.11-12
[12]Ibid,hlm 18
[13]Munzier Suparta,Ilmu Hadits,Jakarta,PT Rajagrafindo Persada,2011,hlm.49
[14]Subhi Ash Shalih,Membahas Ilmu-Ilmu Hadits,Pustaka Firdaus,1995,hlm.253

Posting Komentar untuk "HAKIKAT HADITS DAN HAL YANG TERKAIT ERAT DENGANNYA"