Nenek Penjual Kopi di Stasiun Palmerah Ini Hidup Sebatang Kara




                               
Di usia senjanya, nenek Solia masih harus menafkahi dirinya sendiri. Berjualan di emperan stasiun Palmerah, nenek ini ternyata hidup sebatang kara.
Tidak semua hidup harus berjalan mulus tanpa hambatan. Beberapa orang bahkan masih harus mencari nafkah saat orang seusianya sudah tinggal menikmati hari tua.
Tak jarang, akan banyak lansia yang berjualan di pinggir-pinggir jalan. Cara ini menjadi salah satu cara mereka untuk bertahan hidup.
Mereka terpaksa harus berjualan dari pagi hingga sore bahkan larut malam untuk untung yang tak seberapa. Seperti nenek penjual kopi ini yang rela berjualan dari pagi hingga sore agar tak merepotkan anak dan cucunya.

Dilansir melalui akun Instagram@pedagangkecil.id atas seizin mereka (30/4), nenek Solia yang telah berusia 80 tahun, sehari-harinya masih harus berjualan kopi dan camilan di daerah stasiun Palmerah. Nenek Solia bahkan telah berjualan di Jakarta sejak tahun 1981.
Tak kenal lelah, nenek Solia selalu menjajakan makanan dan minuman yang dimilikinya untuk para pejalan kaki, supir ojek, pengemudi taksi hingga semua orang yang lewat. Posisi tepatnya, nenek Solia terbiasa duduk di halaman sebuah toko di seberang stasiun Palmerah arah Pejompongan sebelum jembatan penyeberangan orang.
Nenek Solia selalu duduk di halaman toko mulai dari jam 7 pagi hingga jam 4 sore atau bahkan lebih lama lagi. Bahkan, pada hari Sabtu dan Minggu pun nenek Solia masih tetap berjualan di tempat yang sama berharap masih ada rezeki untuknya di akhir pekan.
Tempat tinggalnya yang tak kondusif membuat nenek lebih nyaman berada di halaman toko untuk berjualan daripada berlama-lama di kontrakan. Nenek Solia juga mengakui bahwa ia hanya pulang untuk tidur saja.
"Kontrakan nenek sempit dan ramai. Nenek pulang buat tidur aja," kata nenek Solia.
Menghabiskan lebih dari 17 jam waktunya di halaman toko membuat nenek Solia setidaknya memiliki penghasilan untuk makan sehari-hari. Ia mengatakan bahwa rata-rata pendapatannya per hari hanya sebesar Rp60 ribu.
Pendapatan tersebut belum dikurangi untuk setoran ke pemilik roti dan camilan yang ia jajakan. Tak hanya itu, uang tersebut juga harus disisihkan setiap harinya untuk membayar kontrakan sebesar Rp400 ribu per bulannya.
Keuntungan yang didapatkan nenek Solia jauh dari kata layak. Semua barang dagangannya dijual dengan harga yang murah, yaitu berkisar Rp3 ribu hingga Rp10 ribu.
Kerja keras seperti ini terpaksa dilakukan nenek Solia untuk menyambung hidupnya. Tinggal sendirian di Jakarta dan jauh dari anak cucu yang tinggal di Pekalongan membuat nenek Solia harus kuat setiap harinya.
Nenek Solia tak pernah mengenal kata lelah. Ia hanya mengerti bahwa ia tak boleh merepotkan anak dan cucunya serta harus berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri di Jakarta. Maka, tak ada salahnya untuk membantu melariskan beberapa dagangan nenek Solia jika bertemu dengannya.


SUMBER : https://food.detik.com/


Posting Komentar untuk "Nenek Penjual Kopi di Stasiun Palmerah Ini Hidup Sebatang Kara"