Menjajal Duet Nasionalis-Agamis Menuju Pilpres 2024 dan Jalan Lain ke Istana



                         


Menghadapi Pilpres 2024, wacana terus berkembang. Meski belum resmi, beberapa nama sudah menjadi bahan pembicaraan. Hal yang layak dicatat, di antaranya ada yang saat ini menjadi kepala daerah.
Fenomena Joko Widodo, yang merangkak dari wali kota, gubernur, kemudian menjadi presiden, tampaknya akan menjadi salah satu pola pencalonan ke depan.
Hal itu jadi menarik karena para kepala daerah tentu sudah memiliki pengalaman cukup di daerahnya masing-masing. Prestasinya mudah dibaca.
Hal yang juga disebut-sebut adalah wacana lama tentang pasangan calon presiden dan calon presiden.
Menurut politisi PPP Arsul Sani, paduan nasionalis dan agamis telah terbukti merupakan pasang­an yang ampuh meraih suara. Meski demikian, ada kalanya tidak seperti itu.
Pasangan Megawati-Hasyim Muzadi misalnya gagal menang. Sebaliknya, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Budhiono justru unggul.
Hal lain yang layak juga dicatat, adanya kecenderungan pemilih yang terkesan ingin mencoba. Bukan hanya di tingkat pusat, tetapi juga di tingkat daerah.
Di Jawa Barat misalnya, munculnya nama Ahmad Heryawan pada Pilkada 2009 yang belum banyak dikenal sebelumnya. Maka, tidak sedikit yang terkejut ketika dialah justru yang terpilih mengalahkan petahana Danny Setiawan.
Akan seperti apa kira-kira konfigurasi capres dan pasangannya pada 2024 nanti Sebagaimana dikemukakan Arsul Sani, memang cukup banyak yang percaya perpaduan antara nasionalis-agamis merupakan pasangan ideal sebagai pemimpin di Indonesia yang majemuk.
Kepercayaan seperti itu agaknya sudah dipandang sebagai mitos, terinspirasi pasangan Soekarno-Hatta sebagai pemimpin pertama bangsa Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan konfigurasi Jawa-luar Jawa? Pasangan Soekarno-Hatta, Soeharto-Adam Malik, Soeharto-Habibie, Megawati-Hamzah Haz, SBY-Jusuf Kalla, serta Jokowi-Jusuf Kalla sudah terbukti beroleh kepercayaan rakyat.
Milenial punya kuasa
Sesuatu yang sudah bisa digambarkan sejak sekarang adalah konfigurasi pemilih. Mayoritas mereka adalah generasi milenial. Beberapa cirinya yang menonjol yaitu kurang perhatian terhadap politik, pilihan politiknya mengambang, menyenangi sesuatu yang baru, serta cenderung bereksperimen
Kondisi pemilih seperti itu tentu akan jadi tantangan tersendiri, terutama bagi partai politik yang cenderung sudah merasa mapan dengan penekanan di kata 'merasa'.


sumber : https://www.pikiran-rakyat.com/


Posting Komentar untuk "Menjajal Duet Nasionalis-Agamis Menuju Pilpres 2024 dan Jalan Lain ke Istana"