BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sigmund Freud merupakan salah satu tokoh dalam disiplin ilmu kepribadian yang melahirkan teori-teori dikarenakan pengalaman pribadinya semasa kecil. Teori yang dikembangkannya itu menjadi kontroversi diantara beberapa ahli lainnya. Namun begitu, pemikiran Freud ini juga banyak menjadi dasar teori kepribadian selanjutnya.
Freud dipandang sebagai teoretis psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya kepada perkembangan kepribadian. Dia berpendapat bahwa masa anak (usia 0-5 tahun) atau usia pregenital mempunyai peranan yang sangat dominan dalam membentuk kepribadian atau karakter seseorang. Karena sangat menentukannya masa ini, dia berpendapat bahwa �The child is the father of man� (anak adalah ayah manusia). Berdasarkan hal ini, maka pada masalah kejiwaan pada usia selanjutnya (khususnya usia dewasa), faktor penyebabnya dapat ditelusuri pada usia pregenital ini.[1]
Apabila diperhatikan maka perkembangan kepribadian seorang manusia menurut teori Freud ini, benar-benar harus fokus dalam pengolahan karakter atau kepribadian ketika manusia itu masih kecil. Ini tentu ada benarnya, sebab pada usia-usia yang dimaksudkan oleh Freud, anak memiliki potensi untuk menyerap segala sesuatu yang ada di sekitarnya secara lebih cepat dan itu akan menjadi referensinya dalam melakukan tindakan berikutnya.
Begitu pentingnya pemerhatian yang harus diberikan kepada seorang manusia pada usia-usia tertentu, membuat penulis yakin bahwa uraian yang akan diungkap dalam makalah ini mempunyai manfaat besar. Hal itu dikarenakan kehidupan manusia yang dengan banyak macam karakter di sekitarnya, dari yang paling baik bahkan sampai yang paling buruk, yang dipengaruhi karena orang lain di sekitarnya. Adapun uraian-uraiannya seputar tahap-tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud seperti oral, anal, phallik, Latensi dan Genital.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud perkembangan kepribadian menurut Freud?
2. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Dari rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengkaji tentang makna perkembangan kepribadian menurut Freud; dan
2. Untuk mendeskripsikan tentang tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Perkembangan Kepribadian Menurut Freud
Kepribadian merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia sebagai individu. Hal ini disebabkan karena kepribadian seseorang terkadang menentukan posisi dan kedudukannya di masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik yang berlainan itu menyebabkan sikap dan sifat-sifat yang berbeda-beda pula.[2]
Namun, dalam uraian ini pembahasan akan terfokus kepada seperti apa pemikiran Freud mengenai kepribadian dan perkembangan kepribadian itu sendiri.
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pelopor teori psikodinamika. Teori yang dikemukakan Freud berfokus pada masalah alam bawah sadar, sebagai salah satu aspek kepribadian seseorang. Penekanan Freud pada alam bawah sadar berasal dari hasil pelacakannya terhadap pengalaman-pengalaman pribadi para pasiennya, di mana ditemukan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi kehidupan pasien di masa-masa selanjutnya. Impresinya terhadap pentingnya periode awal kehidupan manusia, yang informasinya kemudian tertanam dalam alam bawah sadar, meyakinkannya bahwa informasi dalam alam bawah sadar itu sangat penting, karena dari situlah muncul berbagai gangguan emosi.[3]
Teori psikodinamika yang berarti �jiwa yang aktif�, juga disebut oleh banyak orang sebagai teori psikoanalisis.[4] Pemikiran Freud terhadap hal yang demikian itu sebagaimana disebutkan di atas lebih dikarenakan pengalaman pribadinya dan para pasiennya. Demikian juga dengan teori kepribadian dan psikoseksualnya, yang berkembang karena pengalaman masa kecil dan berdampak pada masa selanjutnya.
Adapun makna perkembangan kepribadian menurut Freud adalah �Belajar tentang cara-cara baru untuk mereduksi ketegangan (tension reduction) dan memperoleh kepuasan�. Ketegangan itu terjadi bersumber kepada empat aspek yaitu:
1. Pertumbuhan fisik. Seperti peristiwa menstruasi dan mimpi pertama dapat menimbulkan aspek psikologis dan juga ada tuntutan baru dari lingkungan (seperti dalam berpakaian dan bertingkah laku).
2. Frustrasi. Orang yang tidak pernah frustasi tidak akan berkembang. Jika anak dimanja (over protection) tidak akan berkembang rasa tanggung jawab dan kemandiriannya.
3. Konflik. Ini terjadi antara id, ego dan superego. Apabila individu dapat mengatasi setiap konflik yang terjadi di antara ketiga komponen kepribadian tersebut, maka dia akan mengalami perkembangan yang sehat.
4. Ancaman. Lingkungan, di samping dapat memberikan kepuasan kepada kebutuhan atau dorongan instink individu, juga merupakan sumber ancaman baginya yang dapat menimbulkan ketegangan. Apabila individu dapat mengatasi ancaman yang dihadapinya, makan dia akan mengalami perkembangan yang diharapkan.[5]
Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kepribadian menurut Freud adalah kematangan. Kematangan menurutnya adalah pengaruh asli dari dalam diri. Sedangkan ketegangan dapat timbul karena empat aspek di atas dan upaya mengatasi ketegangan ini dilakukan individu dengan identifikasi, sublimasi dan mekanisme pertahanan ego.[6]
Perkembangan kepribadian berlangsung melalui tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual yaitu tahapan periode perkembangan seksual yang sangat mempengaruhi kepribadian masa dewasa. Freud berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia sebagian besar ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya. Keeratan antara seks dengan kepribadian ini dikemukakan juga oleh Masters dan Johnson yang mengatakan bahwa seksualitas adalah dimensi dan pernyataan dari kepribadian.[7]
Menurut model perkembangan Freud, di antara kelahiran dan usia 5 tahun (usia balita), anak mengalami tiga tahap perkembangan yaitu oral, anal dan phallik. Ketiga tahap ini disebut juga masa pragenital. Setelah usia 5 tahun tahap laten dan genital (sudah muncul dorongan seksual).[8]
Jadi, makna perkembangan kepribadian menurut Freud adalah belajarnya individu dalam setiap tahap perkembangannya dalam mengatasi kematangan dan ketegangan yang dialaminya. Adapun tahapan perkembangan menurut Freud disebut tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual Freud.
B. Tahap-Tahap Perkembangan Psikoseksual Freud
Tahap-tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud yaitu oral, anal, phallik, laten dan genital.
1. Tahap Oral (Oris = Mulut)
Fase oral adalah fase perkembangan yang terjadi pada tahun pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini daerah erogen yang paling peka adalah mulut, yang berkaitan dengan pemuasan kebutuhan pokok seperti makanan dan air. Rangsangan yang terjadi pada mulut adalah pada saat menghisap makanan atau minumannya. Fase oral berakhir saat bayi tidak lagi memperoleh asupan gizi secara langsug dari ibunya.[9]
Hal itu juga dijelaskan oleh Syamsu dan Achmad bahwa Tahap oral adalah periode bayi yang masih menetek yang seluruh hidupnya masih bergantung pada orang lain. Pada masa ini libido didistribusikan ke daerah oral sehingga perbuatan menghisap dan menelan menjadi metode utama untuk mereduksi ketegangan dan mencapai kepuasan (kenikmatan). Karena mulut menjadi sumber kenikmatan erotis, maka anak akan menikmati peristiwa menetek pada ibunya dan juga memasukan segala jenis benda ke dalam mulutnya, termasuk jempolnya sendiri.
Ketidakpuasan pada masa oral (seperti disapih dan kelahiran adiknya) dapat menimbulkan gejala regresi (kemunduran) yaitu berbuat seperti bayi atau anak yang sangat bergantung kepada orang tuanya atau banyak tuntutan yang harus dipenuhi dan juga gejala perasaan iri hati (cemburu). Reaksi dari kedua gejala tersebut dapat dinyatakan dalam beberapa tingkah, seperti: menghisap jempol, mengompol, membandel dan membisu seribu bahasa.
Di samping itu ketidakpuasan ini akan berdampak kurang baik bagi perkembangan kepribadian anak, seperti: merasa kurang aman, selalu meminta perhatian orang lain atau egosentris. Sama halnya dengan anak yang tidak mendapat kepuasan, secara berlebihan pun ternyata berdampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadiannya. Dia akan menampilkan pribadi yang kurang mandiri (kurang bertanggung jawab), bersikap rakus dan haus perhatian atau cinta orang lain. Menurut Freud, fiksasi pada tahap ini dapat membentuk sikap obsesif yaitu makan dan merokok pada kehidupan berikutnya (masa remaja dan dewasa). Pada tahap ini juga dorongan agresi sudah mulai berkembang.[10]
2. Tahap Anal (Anus = Dubur)
Tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Pada tahap ini libido terdistribusikan ke daerah anus. Anak akan mengalami ketegangan, ketika duburnya penuh dengan ampas makanan dan peristiwa buang air besar yang dialami oleh anak merupakan proses pelepasan ketegangan dan pencapaian kepuasan, rasa senang atau rasa nikmat. Peristiwa ini disebut erotic anal.
Setelah melewati masa penyapihan, anak pada tahap ini dituntut untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua (lingkungan), seperti hidup bersih, tidak mengompol, tidak buang air (kecil atau besar) sembarangan. Orang tua mengenalkan tuntutan tersebut melalui latihan kebersihan (toilet training), yaitu usaha sosialisasi nilai-niai sosial pertama yang sistematis sebagai upaya untuk mengontrol dorongan-dorongan biologis anak. Ada beberapa kemungkinan cara orang tua memberika latihan kebersihan ini, yaitu: sikap keras, sikap selalu memuji dan sikap pengertian. Ketiga cara tersebut memberikan dampak tersendiri terhadap perkembangan anak. Untuk mengetahui dampak tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.[11]
TABEL 3.3
Cara Pelatihan Orang Tua dan Dampaknya Terhadap Kepribadian Anak
Cara Pelatihan | Dampak |
A. Sikap Keras (Sering menghukum) | 1. Bersikap berlebihan dalam ketertiban atau kebersihan 2. Bersikap kikir 3. Stereotif-kurang kreatif 4. Bersikap kejam/keras/sikap memusuhi 5. Penakut 6. Bersikap kaku |
B. Selalu Memuji | 1. Selalu ingin dipuji 2. Kurang Mandiri (Manja) |
C. Sikap Pengertian | 1. Mampu berdaptasi atau menyesuaikan diri 2. Egonya berkembang dengan wajar |
3. Tahap Phallik (Phallus = Dzakar)
Tahap ini berlangsung kira-kira usia ini anak mulai memperhatikan atau senang memainkan alat kelaminnya sendiri. Dengan kata lain, anak sudah mulai bermansturbasi, mengusap-usap atau memijit-mijit organ seksualnya sendiri yang menghasilkan kepuasan atau rasa senang.
Pada masa ini terjadi perkembangan berbagai aspek psikologis, terutama yang terkait dengan iklim kehidupan sosiopsikologis keluarga atau perlakuan orang tua kepada anak. Pada tahap ini, anak masih bersikap �selfish� sikap memementingkan diri sendiri, belum berorientasi keluar, atau memperhatikan orang lain. Perkembangan gejala-gejala psikologis tersebut, baik pada anak wanita maupun pria dapat dilihat pada table berikut.
TABEL 3.4
Gejala | Pengertian | Keterangan |
Anak wanita iri hati Dzakar (Penis Envy) | Sikap cemburu terhadap kelamin laki-laki, karena yang dimilikinya berbeda dengan yang dimiliki anak laki-laki. Dengan kata lain, dia cemburu kepada laki-laki, karena dia tidak memiliki penis seperti yang dimiliki laki-laki. Dia merasa tidak senang atau mencela anatominya sendiri, karena dipandang �deficiency� (ada kekurangan). | Apabila ibunya bersikap ramah atau penuh kasih sayang, maka gejala ini mudah terselesaikan. Namun apabila sebaliknya, maka anak akan sulit untuk memainkan peranannya sebagai wanita, dan dia akan memprotes kewanitaanya. |
Masculine Protest | Protes terhadap kondisinya sebagai wanita, sehingga dia lebih senang berperan sebagai anak laki-laki, bersikap keras, dan senang memainkan anak laki-laki. | Kondisi ini terjadi, apabila lingkungan (orang tua) bersikap merendahkan anak wanita. Mungkin juga karena ibu sebagai figure untuk diidentifikasi, penampilannya kurang feminim. |
Electra Complex | Sikap anak wanita yang mencintai, menyayangi, atau simpati kepada ayahnya. Gejala ini terkait dengan fakta, bahwa anak wanita tidak memiliki penis | Kondidi ini terjadi, karena ibunya bersikap keras, sementara ayahnya bersikap menyayanginya (akrab) |
Anak laki-laki Oedipus Complex | Perasaan cinta (kemenarikan seksual) kepada ibu, dan sikap memusuhi ayah (karena dipandang sebagai pesaingnya). Oedipus ini adalah nama yang diambil dari drama Yunani kuno, yang menceritakan raja Oedipus (yang terpisah dari orang tuanya sejak dilahirkan), tanpa diketahuinya, dia mengawini ibunya sendiri (bandingkan dengan legenda sangkuriang). Oedipus Complex ini melahirkan sikap ambivalensi pada anak (konflik internal), yaitu sikap mendua, antara membenci ayah dengan keinginan mengidentifikasikan dirinya kepada ayah sebagai tokoh yang mempunyai otoritas di rumah tangga. | Gejala ini terjadi karena (1) ibunya sejak kecil mengurusnya dengan penuh kasih sayang, (2) ayah jarang di rumah, dan (3) ayah terlalu keras dan kurang memberikan kasih sayang. Gejala Oedipus ini (sikap memusuhi ayah) menyebabkan anak merasa bersalah kepada ayahnya, maka untuk mengatasinya, anak mengidentifikasikan dirinya kepada ayah. Kemampuan mengatasi konflik ini merupakan perkembangan psikoseksual yang sehat. Freud menduga bahwa tanpa identifikasi, maka anak akan mengalami hambatan dalam perkembangannya, terutama dalam mengembangkan superegonya. |
Castration Anxiety | Kecemasan atau ketakutan anak akan perbuatan ayahnya untuk memotong (menyunat) penisnya, gara-gara dia memusuhi ayahnya. Gejala ini muncul sebagai dampak dari oedipus complex | Untuk mengatasinya, anak mengidentifikasikan dirinya kepada ayah. |
Agar perkembangan anak pada tahap ini dapat berjalan dengan baik, tidak mengalami hambatan, maka seyogianya orang tua memperhatikan hal-hal berikut:
a. Orang tua memelihara keharmonisan keluarga.
b. Ibu memerankan dirinya sebagai seorang feminim, bersikap ramah, gembira dan memberikan kasih sayang.
c. Ayah mampu memerankan dirinya sebagai figure yang menerapkan prinsip realitas dalam menghadapi segala masalah hidup, tanpa melarikan diri dari masalah atau bertindak berlebih-lebihan.
d. Ayah dan ibu memiliki komitmen yang tinggi dalam mengamalkan nilai-nilai agama yang dianutnya.
e. Ayah bersikap demokratis, penuh perhatian, akrab dengan anak dan tidak munafik.[12]
Untuk menjelaskan ketiga tahapan di atas Freud menggunakan istilah erogenous zones artinya daerah kenikmatan seksual, untuk menunjukkan tiga bagian tubuh yaitu mulut, dubur dan alat kelamin, sebagai daerah yang mengalami kenikmatan khusus yang sangat kuat dan memberikan kualitas pada setiap tahap perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, anak merasakan kenikmatan tertentu pada daerah tersebut dan selalu berusaha mencari objek ataupun melakukan kegiatan yang dapat memuaskan. Tetapi pada saat yang sama muncul konflik dengan tuntutan-tuntutan realitas yang harus diatasi.[13]
4. Tahap Latensi
Tahap latensi berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (masa sekolah dasar). Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan seks dihambat atau didepres (ditekan). Dengan kata lain masa ini adalah periode tertahannya dorongan-dorongan seks dan agresif. Selama masa ini, anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi (seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga dan kegiatan-kegiatan lainnya) dan mulai menaruh perhatian untuk berteman (bergaul dengan orang lain).
Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap netral) sehingga dalam bermainpun anak laki-laki akan berkelompok dengan anak laki-laki lagi, begitupun anak wanita. Bahkan anak merasa malu apabila anak disuruh duduk sebangku dengan teman lawan jenisnya (seperti anak laki-laki sebangku dengan wanita dan sebaliknya).
Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak sosial dengan orang-orang di luar keluarganya. Oleh karena itu proses identifikasi pun mengalami perluasan atau pengalihan objek. Yang semula objek identifikasi anak adalah orang tua, sekarang meluas kepada guru, tokoh-tokoh sejarah atau para bintang (seperti film, musik dan olah raga).[14]
5. Tahap Genital
Tahap ini dimulai sekitar usia 12 atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja. Masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi anak. Pada periode ini, instink seksual dan agresif menjadi. Anak mulai mengembangkan motif untuk mencintai orang lain atau mulai berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain).
Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan dan berkeluarga. Masa ini ditandai dengan proses pengalihan perhatian, dari mencari kepuasan atau kenikmatan sendiri (yang bersifat kekanak-kanakan atau selfish) kepada kehidupan sosial orang dewasa dan berorientasi kepada kenyataan (prinsip realitas) atau sikap altruis.
Kelima tahapan perkembangan di atas secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut.
TABEL 3.5
Tahapan Perkembangan Menurut Freud
Tahapan | Usia | Pusat Erotis | Pengalaman atau Tugas Kunci |
Oral | 0-1 Tahun | Mulut | Penyapihan dari menyusu |
Anal | 1-3 Tahun | Anus | Toilet Training |
Phallik | 3-5 Tahun | Penis | Identifikasi kepada model-model peranan orang dewasa dan mengatasi krisis oedipal |
Latensi | 6-12 Tahun | Tidak ada | Memperluas kontak sosial |
Genital | 12 Tahun ke Atas | Genital | Membangun hubungan yang lebih intim (akrab) dan memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui bekerja |
Tahapan perkembangan psikoseksual akan memberikan dampak yang beragam bagi perkembangan karakter atau kepribadian individu pada masa dewasanya. Apabila dapat melalui semua tahapan tersebut secara mulus, maka dia cenderung akan memiliki kepribadian yang sehat. Namun, apabila sebaliknya, cenderung akan mengalami gejala tingkah laku mala suai (maladjustment) atau neurotic(gangguan jiwa). Menurut Freud indikator dari karakter atau pribadi yang sehat adalah kemampuan untuk memperoleh kenikmatan atau kesenangan dalam bercinta (hubungan sosial) dan bekerja.[15]
Keterkaitan antara karakter orang dewasa dengan perkembangan psikoseksual dapat digambarkan sebagai berikut.
TABEL 3.6
Keterkaitan Karakter dengan Perkembangan Psikoseksual
Tahapan | Perpanjangan ke Masa Dewasa | Sublimasi | Formasi Reaksi |
Oral | Merokok, makan, minum, ciuman, memelihara kesehatan mulut dan mengunyah | Mencari ilmu, senang humor dan sarkasme | Sangat hati-hati dalam berbicara, pengikut model, tidak senang susu dan senang memberikan larangan |
Anal | Penampilan yang tidak keruan dan senang berlama-lama ketika berak | Senang melukis, memahat, senang member hadiah, berminat sekali terhadap statistik | Sangat muak dengan berak, takut akan kotoran, lekas marah, sangat sopan santun |
Phallik | Senang bermasturbasi, bersifat genit dan senang mengekspresikan kejantanan | Senang puisi, senang bercinta, berminat dalam bidang acting dan bersemangat mencapai sukses | Mempunyai sikap yang teguh terhadap seks dan rendah hati |
BAB III
KESIMPULAN
A. Makna Perkembangan Kepribadian Menurut Freud
Makna perkembangan kepribadian menurut Freud adalah belajarnya individu dalam setiap tahap perkembangannya dalam mengatasi kematangan dan ketegangan yang dialaminya. Adapun tahapan perkembangan menurut Freud disebut tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual Freud.
B. Tahap-Tahap Perkembangan Psikoseksual Freud
Tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud adalah tahap oral, anal, phallik, laten dan genital.
Tahapan | Usia | Pusat Erotis | Pengalaman atau Tugas Kunci |
Oral | 0-1 Tahun | Mulut | Penyapihan dari menyusu |
Anal | 1-3 Tahun | Anus | Toilet Training |
Phallik | 3-5 Tahun | Penis | Identifikasi kepada model-model peranan orang dewasa dan mengatasi krisis oedipal |
Latensi | 6-12 Tahun | Tidak ada | Memperluas kontak sosial |
Genital | 12 Tahun ke Atas | Genital | Membangun hubungan yang lebih intim (akrab) dan memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui bekerja |
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hambali, Adang dan Ujam Jaenudin. 2013. Psikologi Kepribadian (Studi atas Teori dan Tokoh Psikologi Kepribadian). Bandung: Pustaka Setia.
Jaenudin, Ujam. 2012. Psikologi Kepribadian. Bandung: Pustaka Setia.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryabrata, Sumardi. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Press.
Yusuf, Syamsu dan Achmad Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[1] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 57.
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 154.
[3] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 39.
[4] Ujam Jaenudin, Psikologi Kepribadian, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 23.
[5] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 57.
[6] Adang Hambali dan Ujam Jaenudin, Psikologi Kepribadian (Studi atas Teori dan Tokoh Psikologi Kepribadian), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 61-62.
[7] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 58.
[8] Ibid.
[9] Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hlm. 50
[10] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 58-59.
[11] Ibid., Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, hlm. 59-60.
[12] Ibid., Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, hlm. 60-61.
[13] Desmita, Psikologi Perkembangan, 2012, Op.Cit., hlm. 41-42.
[14] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 63.
[15] Ibid., Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, hlm. 64-65.
Posting Komentar untuk "Tahap-tahap Perkembangan Psikoseksual Freud"