Ilmu Hadits




I.          PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Mempelajar proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalan kehidupan kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran.
Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW., dari segi hal ihwalpara perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Ilmu hadits terbagi dua, yang pertama Ilmu Hadits Riwayah, dan yang kedua Ilmu Hadits Dirayah.
Ilmu Hadits Riwayah ialah Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang di sandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi�at maupun tingkah lakunya.
Ilmu Hadits Dirayah ialah Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Salih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan hadits yang diragukan penyandarannya kepadanya.
  2.    Rumusan Masalah

  1.   Apa Pengertian Ulumul Hadis?
  2. Apa Pengertian Ilmu Hadis Riwayah? 
  3.  Apa Pengertian Ilmu Hadis Dirayah?
  4. Apa Saja Cabang-cabang Ulumul Hadis?    
          3.     Tujuan
                    Tujuan Umum
        Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang Ulumul Hadis beserta cabang-cabangnya.

II.          PEMBAHASAN

     A.       ILMU HADITS
 
          1.      PENGERTIAN
          Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits, menurut Ulama Mutaqaddimin adalah: �Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW. dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya�.
Pada perkembangan selanjutnya, Ulama Mutaakhirin, membagi Ilmu Hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukan oleh Ulama Mutaqaddim ke dalam pengertian Ilmu Hadits Dirayah.

B.       ILMU HADITS RIWAYAH
  1.      PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits Riwayah, ialah: �Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits, yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan taqrir, tabi�at, maupun tingkah lakunya.�
Menurut Ibn Al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-sayuthi, bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits Riwayah adalah �Ilmu hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya�.
Sedangkan pengertiannya menurut Muhammad �Ajjaj al-Khathib yaitu: �Ilmu yang membahas tentang pemindahan, (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan dan pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci
Definisi yang hampir senada dikemukakan oleh Zhafar Ahmad Ibnu Lathif al-�Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa�id fi �Ulum al-Hadits yaitu: �Ilmu Hadits yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan dan keadaan Rasul SAW serta periwayatan, pencatatan, dan pengurauian lafaz-lafaznya�.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadits Nabi SAW.
Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits Riwayah, ialah: �Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi�at maupun tingkah lakunya�.
Ilmu hadits Riwayah ini sudah ada sejak Nabi SAW masih hidup, yaitu bersamaan dengan mulainya periwayatan Hadits itu sendiri. Para Sahabat Nabi SAW menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadits Nabi SAW. Mereka berupaya untuk memperoleh Hadits-Hadits Nabi SAW dengan cara mendatangi majelis Rasul SAW serta mendengar dan menyimak pesan atau nasehat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk secara bergantian menghadiri majelis Nabi SAW tersebut, manakala diantara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh �Umar r.a., yang menceritakan, �Aku beserta seorang tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah Ibnu Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasul SAW. Apabila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama.�
Mereka juga memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Rasul SAW, baik dalam beribadah maupun dalam aktivitas sosial, dan akhlak Nabi SAW sehari-hari. Semua yang mereka terima dan dengar dari Rasul SAW mereka pahami dengan baik dan mereka pelihara melalui hafalan mereka. Tentang hal ini, Anas Ibnu Malik mengatakan: �Manakala kami berada di majelis Nabi SAW kami mendengarkan Hadits dari beliau; dan apabila kami berkumpul sesama kami, kami saling mengingatkan (saling melengkapi) Hadits-Hadits yang kami miliki sehingga kami menghafalnya�.
Apa yang telah dimiliki dan dihafal oleh para sahabat dari Hadits-Hadits Nabi SAW, selanjutnya mereka sampaikan dengan sangat hati-hati kepada Sahabat lain yang kebetulan belum mengetahuinya, atau kepada para Tabi�in. Para Tabi�in pun melakukan hal yang sama, yaitu memahami, memelihara dan menyampaikan Hadits-Hadits Nabi SAW kepada Tabi�in lain atau Tabi� al-Tabi�in. Hal ini selain dalam rangka memelihara kelestarian Hadits Nabi SAW, juga dalam rangka menunaikan pesan yang terkandung di dalam Hadits Nabi SAW, yang diantaranya ialah: �(semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang mendengar sesuatu (Hadits) dari kami, lantas ia menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar, kadang-kadang orang yang menyampaikan lebih hafal daripada orang yang mendengar�.
Demikianlah periwayatan dan pemelihara Hadits Nabi SAW berlangsung hingga usaha penghimpunan Hadits secara resmi dilakukan pada masa pemerintah Khalifah �Umar Ibnu �Abd al-�Aziz. Usaha tersebut di antaranya dipelopori oleh Abu Bakar Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri. Al-Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadits Riwayah; dan dalam sejarah perkembangan hadits, dia dicatat sebagai Ulama pertama yang menghimpun Hadits Nabi SAW atas perintah Khalifah �Umar Ibnu �Abd al-�Aziz.
Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan Hadits secara besar-besaran terjadi pada abad ke-3 H yang dilakukan oleh para Ulama, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Tarmidzi, dan lain-lain. Dengan telah dibukukannya Hadits-Hadits Nabi SAW oleh para Ulama di atas, dan buku-buku mereka pada masa selanjutnya telah menjadi rujukan bagi para Ulama yang datang kemudian, maka dengan sendirinya Ilmu Hadits Riwayah tidak banyak lagi berkembang. Berbeda halnya dengan Ilmu Hadits Dirayah, pembicaraan dan perkembangannya tetap barjalan sejalan dengan perkembangan dan lahirnya berbagai cabang dalam Ilmu Hadits. Dengan demikian, pada masa berikutnya apabila terdapat pembicaraan dan pengkajian tentang Ilmu Hadits, maka yang dimaksud adalah Ilmu Hadits Dirayah, yang oleh para Ulama Hadits disebut juga dengan �Ilmu Mushthalah al-Hadits atau �Ilmu Ushul al-Hadits.

2.         OBJEK KAJIAN

Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah hadits Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup :
a.       Cara periwayatan hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain;
b.      Cara pemeliharaan Hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.
Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah pemeliharaan terhadap Hadits Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya. Dengan demikian, Hadits-Hadits Nabi SAW dapat terpelihara kemurniannya dan dapat di amalkan hukum-hukum dan tuntunan yang terkandung didalamnya, yang hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT agar menjadikan Nabi SAW sebagai ikutan dan suri teladan dalam kehidupan ini.

C.       ILMU HADITS DIRAYAH
  1.   PENGERTIAN
Para Ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadits Dirayah ini. Akan tetapi, apabila dicermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran kajian dan pokok pembahasannya.
Ibnu al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut: �Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Adapula Ulama yang menjelaskan, bahwa Ilmu Hadits Dirayah ialah: �Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Salih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan hadits yang diragukan penyandarannya kepadanya�.
Uraian dan elaborasi dari definisi di atas diberikan oleh imam al-Suyuthi, sebagai berikut:
Hakikat Riwayat, adalah kegiatan periwayatan Sunnah (Hadits) dan penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu perkataan seorang perawihaddsana fulan�, (telah menceritakan kepada si Fulan). Atau Ikhbar, seperti perkataannya �akhbaran fulan�, (telah mengabarkan kepada kami si Fulan).
Syarat-syarat periwayatan, yaitu Al-Sama� (mendengar), Al-Qira�ah (membaca), Al-Ijazah (perizinan), Al-munawalah(member), Al-Mukatabah (menulis), Al-I�lam (memberitahukan), Al-Wasiyah(wasiat), dan yang terakhir ialah Al-Wijadah (penemuan).
Macam-macam riwayat, adalah, seperti periwayatan muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai kepada perawi terakhir, atau mungathi, yaitu pariwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah, atau di akhir, dan selainnya.
Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.
Definisi yang lebih ringkas namun komporensif tentang Ilmu Hadits Dirayah dikemukakan oleh M. �Ajjaj al-Khathib, sebagai berikut: �Ilmu Hadits Dirayah adalah kumpulan-kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahi keadaan rawi dan narwi dari segi diterima atau ditolaknya.
Al-Khathib lebih lanjut menguraikan definisi di atas sebagai berikut:
Al-rawi atau perawi, adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan Hadits dari satu orang kepada orang lainnya; al-marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu suatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang lainnya, seperti Sahabat atau Tabi�in; keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah, mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh atau ta�adil ketika tahammul dan adda� al-Hadits, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan ittishal al-sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya illat atau tidak, yang menentukan diterima atau tidaknya suatu Hadits.

2.     OBJEK KAJIAN

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan Ilmu Hadits Dirayah adalah keadaan para perawidan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu penyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan pahalannya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesasihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Adapun objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadits Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadits.

Pembahasan tentang sanad meliputi:

a.       Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadits haruslah   bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadits tersebut; oleh karyanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi tidak diketahui identitasnya atau tersamar.


b.      Segi keterpercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat di dalam sanad  suatu Hadits harus memiliki sifat Hadits atau dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Haditsnya).


c.       Segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz).


d.      Keselamatan dari cacat (illat).


e.       Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.



Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahi-han atau ke-dha�ifan-nya. Hal ini dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna dan tujuan  yang terkandung di dalam Al-Quran, atau selamatnya:
  1.       Dari kejanggalan redaksi (rakyat al-faz).
  2. Dari cacat atau kejanggalan pada maknanya (lafaz al-ma�an), karena bertentangan dengan akal dan pancaindera, atau dengan fakta sejarah. 
  3. Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan Hadits-hadits yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang Mardud (yang ditolak).  Dengan mempelajari Ilmu Hadits Dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh, antara lain;
  1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa ke masa sejak masa Rasul SAW sampai sekarang
  2. Dapat mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits
  3. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para Ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
  4.   Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam beristimbat.
Dari beberapa faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajariIlmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadits, apabila ia maqbul(diterima) dan mardud (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad maupun matannya.

D. CABANG-CABANG ILMU HADITS

1. IImu Rijalil Hadis

??? ???? ??? ?? ???? ?????? ?? ??????? ????????? ??? ?????

Artinya:
"Ilmu yang membahas tentang kaadaan para perawi hadis, baik dari sahabat, tabi'in, maupun dari angkatan sesudahnya ."

Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi menerima hadis dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang menerima hadis dari sahabat dan seterusnya. Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam menerima hadis.

Sungguh penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama, karena hadis itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat hadis maudlu'. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata-kata yang dipakai untuk itu serta martabat perkataan.

Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadis disebut Mu'talif dan Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak orangnya. lni dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang menerangkan nama- nama yang serupa tulisan dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu Uqail. Ini dinamai Mutasyabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.

Di samping itu ada pula yang hanya menerangkan nama-nama yang terdapat dalam satu-satu kitab saja, atau: beberapa kitab saja. Dalam semua itu para ulama telah berusaha menyusun kitab-kitab yang dibutuhkan. Permulaan ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para sahabat, ialah Al-Bukhari (256 H). Kemudian usaha itu dilaksanakan oleh Muhammad Ibnu Saad, sesudah itu terdapat beberapa ahli lagi, di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibnu Abdil Barr (463 H). Kitabnya bernama AI-Istiab. 

Pada permulaan abad ketujuh Hijrah, Izzuddin ibnul Atsir (630 H) mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang dinamai Usdul Gabah. Ibnu Atsir ini adalah saudara dari Majdudin Ibnu Atsir pengarang An-Nihayah fi GaribiI Hadis. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh Ai-Dzahabi (747 H) dalam kitab At-Tajrid.

Sesudah itu pada abad kesembilan Hijrah, Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqali menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama AI-Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan Al-Istiab dengan Usdul Gabah dan ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kedua kitab tersebut. Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul Ishabah.

Al-Bukhari dan muslim telah, menulis juga kitab yang menerangkan nama-nama sahabi yang hanya meriwayatkan suatu hadis saja yang dinamai Wuzdan. Kemudian, dalam bab ini Yahya ibnu abdul Wahab ibnu Mandah Al-Asbahani (551 H) menulis sebuah kitab yang menerangkan nama-nama sahabat yang hidup 120 tahun.

Ilmu Rijal al-Hadits ini dibagi menjadi beberapa bagian. Antara lain adalah Ilmu Tarih al-Rawi dan Ilmu al-Jarh wa al-Ta�dil. Titik tekan kedua ilmu ini berbeda. Ilmu Tarih al-Rawi memfokuskan pembahasannya pada sejarah perjalanan hidup perawi, misalnya kapan seorang rawi itu dilahirkan, di mana, kepada siapa dia berlajar hadits, siapa saja gurunya, memiliki berapa murid hadits, siapa saja mereka itu, pernah melakukan perlawatan untuk mencari hadits ke mana saja, dimana ia tinggal dan sebagainya. Sedangkan ilmu al-Jarh wa al-Ta�dil, lebih menfokuskan kepada kritik perawi; apakan seorang perawi itu adil, kapasitas intelektualnya sehat apa tidak , Jadi titik tekannya pada kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya.

2. Ilmul Jarhi Wat Ta�dil

Ilmu Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadis. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:
??? ???? ??? ?? ??? ?????? ???????? ?????? ?????? ??? ????? ??? ???????

Artinya:
"Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu[9]. "

Yang menjadi pembahasan ilmu ini pada prinsipnya adalah melakukan telaah terhadap keadilan dan kedhabitan para perawi hadits. Jadi intinya membicarakan kualitas pribadi perawi dan kapasitas intelektualnya

Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat. Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadis ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).

Sedangkan dari kalangan tabi'in antara lain ialah Asy Sya�bi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena meng-irsal-kan hadis, adakalanya karena me-rafa-kan hadits yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).

Sesudah berakhir masa tabi'in, yaitu pada kira-kira tahun 150 Hijrah, para ahli mulai menyebutkan keadaan-keadaan perawi, menta�dil(menilai adil) dan menajrihkan(menilai cacat) mereka. Di antara ulama besar yang memberikan perhatian pada urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said Al-Qattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi (198 H)", sesudah itu, Yazid Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Thayalisi (204 H), Abdur Razaq bin Human (211 H).Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitab-kitab jarah dan ta�dil. Di dalamnya diterangkan keadaan para perawi, yang boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.

Di antara pemuka-pemuka al-jarah dan al-ta�dil ialah Yahya ibnu Main (233 H), Ahmad ibnu Hanbal (241 H), MUhammad ibnu Saad (230 H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar ibnu Syaibah (235 H), Ishaq ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255 H),Al-Bukhari (256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).

Kemudian pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang memperhatikan keadaan perawi, hingga sampai pada ibnu Hajar Asqalani (852 H).

Kitab-kitab yang disusun mengenai al-Jarh wa al-Ta�dil, ada beberapa macam. Ada yang menerangkan orang-orang yang dipercayai saja, ada yang menerangkan orang-orang yang lemah saja, atau orang-orang yang menadlieskan hadis. dan ada pula yang melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang menerangkan perawi-perawi suatu kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang melengkapi segala kitab.

Di antara kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat Muhammad ibnu Saad Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat besar. Di dalamnya terdapat nama-nama sahabat nama-nama tabi'in dan orang-orang sesudahnya. Kemudian berusaha pula beberapa ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H), Al-Bukhari, Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat berguna bagi ahli hadis dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam ibnu Katsir.

Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang dapat dipercayai saja ialah Kitab As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan kitab As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu Hibban Al-Busty. Masuk dalam bagian ini adalah kitab-kitab yang menerangkan tingkatan penghapal-penghapal hadis. Banyak pula ulama yang menyusun kitab ini, di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan As-Sayuti.

Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang lemah-lemah saja ialah: Kitab Ad-Dhuafa, karangan Al-Bukhari dan kitab Ad- Dhu�afa karangan ibnul Jauzi (587 H)

Kitab yang menggabungkan antara ilmu tarih al-Rawi dan Ilmu al-Jarh wa al-Ta�dil, antara lain ialah kitab Tahdzib al_kamal fi Asma al-Rijal karya Abu Al-Hajjaj Yusuf bin al-Zaki al-Mizzi, dan kitab Tahdzib al-Tahdzib karya Ibnu Hajar al-Atsqalani

Sedangkan lambing-lambang yang dipergunakan untuk menta�dil adalah :

??? ??? , ??? ??? , ??? ??? , ??? , ??? , ??? , ???? , ???? , ???? ?????? , ??? ?????? , ????? , ??? , ??? , ?? ??? ??

Adapun lafadz/ lambing yang diginakan mentajrih adalah sebagai berikut :

???? ????? , ???? ????? , ????, ????, ???? ??????, ???? ????, ????? ??????, ????, ????? ??????, ???? ???, ??? ????,

Selanjutnya, jika dalam penilaian para ulama terdapat perbedaan, artinya ketika terjadi penilaian yang berbeda di kalangan para ulama terhadap seorang perawi, maka ada beberapa teori[10] :

1. ??????? ???? ??? ?????

2. ????? ???? ??? ???????

3. ??? ????? ?????? ??????? ?????? ????? ? ??? ??? ??? ????? ??????

4. ?? ???? ????? ??? ??? ?????? ???? ??????? ?? ?????????

3. Ilmu fannil Mubhamat
    Ilmu yang dengannya diketahui nama orang-orang yang tidak disebut namanya di dalam matan atau di dalam sanad

4. IImu Illail Hadis
??? ???? ??? ?? ????? ????? ???? ????? ?? ??? ??????
Artinya:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadis.

Yakni menyambung yang munqati�, merafa�kan yang mauqu memasukkan satu hadis ke dalam hadis yang lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan kesahihan hadis.

Ilmu ini merupakan semulia-mulia ilmu yang berpautan dengan hadis, dan sehalus-halusnya. Cacat hadits yang demikian ini tidak dapat diketahui melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadis.

Di antara para ulama yang menulis ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadis. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini adalah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.

5. Ilmu gharibil hadits, ialah :
?????? ???????? ???? ??????? ????????? ?? ???? ?????????????? ???? ???????????? ??????????????
???? ????????? ?????????? ?????? ?????????? ???????????????? ???????????? .
�Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum�.

6. . Ilmu Nasikh wal Mansukh
??? ???? ??? ?? ?????? ???????? ?? ??????
Artinya:
"ilmu yang menerangkan hadis-hadis yang sudah dimansuhkan dan yang menasihkannya. "

Apabila didapati suatu hadis yang maqbul, tidak ada yang memberikan perlawanan maka hadis tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan oleh hadis yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka hadis itu dinamai Mukhatakiful Hadis. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh.

Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mam'uh ini, di antaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al-lktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil Haq (744 H) . 

7. . Ilmu Talfiqil Hadis
??? ???? ??? ?? ??????? ??? ???????? ????????? ?????

Artinya: "Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan(mempertemikan) hadis-hadis yang(secara lahiriyah) isinya tampak berlawanan. "

Secara umum metode penyelesaian dengan cara ini mirip dengan metode al-Jam'u yang telah berkembang di kalangan ulama hadis. Metode ini meliputi :

a. Penyelesaian berdasar pemahaman dengan pendekatan kaedah ushul fiqh. Cara mengumpulkannya adakalanya dengan menakhsiskan yang 'amm, atau menaqyidkan yang mutlak, atau dengan mentafsil yang mujmal

b. Penyelesaian berdasar pemahaman kontekstual.
c. Penyelesaian berdasarkan pemahaman korelatif.
d. Penyelesaian dengan menggunakan pendekatan ta'wil.
e. Penyelesaian berdasarkan pemahaman tanawu' al-ibadah[14]

Ilmu ini dinamai juga dengan ilmu Mukhtaliful Hadis. Di antara para ulama besar yang telah berusaha menyusun, ilmu ini ialah Al-Imamusy Syafii (204 H), Ibnu Qurtaibah (276 H), At-Tahawi (321 H) dan ibnu Jauzi (597 H). Kitabnya bernama At-Tahqiq, kitab ini sudah disyarahkan oleh Al-Ustaz Ahmad Muhammad Syakir dan baik sekali nilainya.
8. Ilmu Tashrif wat Tahrif
    Yaitu Ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah titiknya(yang dinamai mushaf), dan bentuknya dinamai muharraf.
9. Ilmu Asbabi Wuruddil Hadis
??? ???? ?? ????? ???? ??? ????? ?????? ??????? ???? ??? ???
Artinya:
"Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi yang menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu."

Penting diketahui, karena ilmu itu menolong kita dalam memahami hadis, sebagaimana ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran. UIama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibhu Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H 

10. Musthalah Ahli Hadits                                                                    
      Yaitu Ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian(istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.

KESIMPULAN

Ada beberapa tokoh yang menjelaskan pengertian Ilmu Hadits Riwayah:
a.    Menurut Ibn Al-Akfani adalah Ilmu hadits yang khusus berhubungan dengan Riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya�.
b.    Menurut Muhammad �Ajjaj al-Khathib yaitu: �Ilmu yang membahas tentang pemindahan, (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan dan pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci�
c.       Zhafar Ahmad Ibnu Lathif al-�Utsmani al-Tahanawi yaitu: �Ilmu Hadits yang khusus dengan Riwayahadalah ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan dan keadaan Rasul SAW serta periwayatan, pencatatan, dan pengurauian lafaz-lafaznya�.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadits Nabi SAW.
Ibnu al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut: �Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya�.
Adapula Ulama yang menjelaskan, bahwa Ilmu Hadits Dirayah ialah: �Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Sahih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan hadits yang diragukan penyandarannya kepadanya�.



DAFTAR PUSTAKA


Ash-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Pustaka Firdaus. Jakarta: 2002
  Mudasir H. Ilmu Hadis. CV Pustaka Setia. Bandung 1999
  Suparta, Munzir. Ilmu Hadis. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2002
  Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Mutiara Sumber Widya. Jakarta: 2001



Posting Komentar untuk "Ilmu Hadits "