Penyederhanaan Kurikulum Dijalankan, Sekolah Boleh Memilih

Penyederhanaan dan perampingan Kurikulum 2013 diyakini akan mampu mengatasi dampak penurunan capaian pembelajaran atau learning loss yang terjadi di masa pandemi Covid-19. Karena itu, dalam dua tahun ke depan, kurikulum yang disederhanakan atau yang saat ini disebut kurikulum prototipe bisa jadi pilihan sekolah untuk mencapai pemulihan pendidikan bagi peserta didik.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam wawancara khusus dengan harian Kompas, Senin (22/11/2021), mengatakan, keyakinan perlunya menerapkan kurikulum yang disederhanakan atau dirampingkan berkaca dari implementasi Kurikulum Darurat yang ditawarkan Kemendikbudristek selama penutupan sekolah akibat pandemi Covid-19. Riset besar dilakukan pada sekitar 20.000 siswa untuk membandingkan dampak learning loss bagi yang menggunakan Kurikulum Darurat dan Kurikulum 2013.

Hasilnya menunjukkan capaian belajar siswa yang menggunakan Kurikulum Darurat, untuk kompetensi literasi dan numerasinya justru lebih baik daripada siswa yang menggunakan secara penuh Kurikulum 2013. Secara umum, capaian hasil belajar siswa dengan Kurikulum Darurat meningkat empat sampai lima bulan tahun pembelajaran.

”Lebih bagus lagi untuk siswa dengan kondisi sosial ekonomi rendah, penggunaan Kurikulum Darurat meningkatkan capaian hasil belajar delapan bulan. Hal ini dilihat dari anak yang ibunya tidak bisa membaca atau tidak memiliki buku teks pembelajaran di rumah. Hanya dengan menyederhanakan dan merampingkan kurikulum, hampir 80 persen learning loss bisa dipulihkan,” kata Nadiem.

Nadiem mengatakan, dengan data dan riset yang ada tentang penyederhanaan kurikulum, perdebatan kurikulum untuk menambah hal-hal baru tidak relevan lagi dengan kebutuhan belajar siswa. Sebab, tidak ada korelasi antara banyaknya materi yang diajarkan ke siswa dengan kemampuan belajar siswa.

”Hal tersebut sudah menjadi perdebatan lama dan kini selesai. Kami akan menunjukkan datanya yang powerfull, bahwa perampingan dan fleksibilitas dalam kurikulum adalah hal yang kita inginkan. Kurikulum yang ditawarkan dengan menggunakan Kurikulum Darurat dan sekarang dikembangkan beberapa aspeknya. Kurikulum ini sedang dites di sekolah  penggerak,” jelas Nadiem.


Tergantung kesiapan sekolah

Meskipun ada kurikulum baru yang sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013, Nadiem akan menghindari kegaduhan karena tidak semua sekolah akan siap. Karena itu, pilihan untuk menggunakan kurikulum baru diserahkan pada sekolah. Pendekatan pelaksanaan kurikulum secara sukarela ini dicontohkan dari sekolah-sekolah penggerak.

”Mengacu dari Kurikulum Darurat, pilihannya sukarela saja, tidak pernah memaksa. Sekarang sudah 36 persen menggunakan Kurikulum Darurat secara diam-diam, tidak ada masalah. Pelaksanaannya bertambah secara organik dan sukarela karena lebih ramping,” ujar Nadiem.

Berdasarkan data di laman sekolah.data.kemdikbud.go.id, ada tiga kurikulum yang berlaku, yakni sekolah yang menggunakan Kurikulum Mandiri, Kurikulum 2013, dan Kurikulum Darurat. Total yang menggunakan Kurikulum Darurat 37,45 persen atau 76.393 satuan pendidikan dari taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA/SMK, serta sekolah luar biasa. Penggunaan paling banyak di tingkat SD mencapai 39,45 persen.

Nadiem mengatakan, dalam dua tahun ke depan sekolah akan diberi pilihan maksimum untuk menggunakan kurikulum. Sekolah yang siap berubah, bisa memakai kurikulum penyederhaaan/kurikulum prototipe. Bagi sekolah yang belum merasa nyaman dan siap, tetap bisa menjalankan kurikulum yang ada.

”Selama dua tahun ini masa pemulihan learning loss akan terus berjalan dan terus dievaluasi. Tidak ada ganti menteri ganti kurikulum, karena tidak ada paksaan. Menggunakan, tanpa ribet, dan tanpa mersa tertekan. Inilah kekuatan kemerdekaan, tidak perlu memaksakan kehendak, tinggal menunjukkan produk baik. Kalau benar ya akan ambil. Kami hanya menunjukkan,” kata Nadiem.


Pengalaman belajar

Secara terpisah, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo memaparkan perbaikan di kurikulum prototipe, misalnya ada 20-30 persen dari jam pembelajaran dalam satu tahun yang mengerjakan proyek dalam kelompok untuk mengatasi masalah nyata di sekitar.

”Jadi siswa mengalami sendiri isu yang dipelajari secara langsung,” kata Anindito.

Dukungan untuk pembelajaran yang merdeka dan memberi otonomi bagi guru dalam mengembangkan kreativitas pembelajaran dan penilaian juga diwujudkan dengan mengubah evaluasi. Kewenangan menilai siswa diberikan kepada guru yang memahami poses belajar siswa selama di sekolah. Adapun pemerintah mengevaluasi sistem pendidikan lewat asesmen nasional (AN).

Kebijakan AN memotret pengukuran keberhasilan pembelajaran di sekolah berdasarkan pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa. Hasil AN akan menjadi rapor pendidikan bagi sekolah dan daerah sebagai informasi, dan evalusi seberapa baik pendidik dan pemerintah daerah memfasilitasi pembelajaaran demi mendorong perubahan positif untuk perubahan pembelajaran yang berfokus pada kompetensi dan karakter.

Di acara Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi beberapa waktu lalu, Kepala Sekolah Penggerak SMA Katolik Yos Sudarso Batam, Christina Sumiyati, mengatakan, sekolah penggerak menerpakan kurikulum sekolah penggerak. Ada perbedaan dengan Kurikulum 2013. Semisal untuk kelas X tidak lagi ada peminatan, tetapi digeser ke kelas XI. Adapun di Kurikulum 2013 peminatan siswa SMA mulai dari kelas X.

Mata pelajaran di kelas X masih serupa dengan yang ada di SMP, ada Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terpadu dan Ilmu Pengetahuan Ssoal (IPS) terpadu. Pelaksanaan operasional kurikulum diserahkan ke sekolah secara terpadu seperti di SMP atau berdiri sendiri. Prinsipnya, bisa disesuaikan dengan kondisi sumber daya manusia di setiap sekolah.

”Dalam struktur kurikulum, siswa tidak terbebani dari sisi konten karena sudah banyak berkurang. Pembelajaran fokus pada kompetensi. Beban belajar anak di kelas X berkurang karena model berbasis proyek atau based project. Harapannya anak dan guru punya waktu mengembangkan soft skill (kemampuan nonteknis) yang penting untuk kehidupan,” kata Christina.

Di SMA ada pengurangan jam pembelajaran, dari 42 jam pelajaran menjadi 32 jam pelajaran. Namun, ada jam khusus untuk pelaksanaan proyek dengan porsi 25-33 persen dari jam pembelajaran selama satu tahun.

Sumber : https://www.kompas.id/baca/dikbud/2021/12/01/penyederhanaan-kurikulum-dijalankan-sekolah-boleh-memilih

DOWNLOAD

Informasi tentang kurikulum baru dan contoh bukunya

Modul Pendamping Guru Kelas 6 Tema 10 Subtema 1 DISINI


Strategi Pengembangan GTK untuk Kurikulum Prototipe DISINI


Materi Sosialisasi Kurikulum Prototipe dengan Komisi X DPR DISINI


Materi Kurikulum Prototipe dengan Komisi X DPR DISINI


Posting Komentar untuk "Penyederhanaan Kurikulum Dijalankan, Sekolah Boleh Memilih"