Memilih untuk kembali ke kampung saat pandemi mewabah adalah pilihan yang sulit. Di satu sisi, kita takut membawa virus yang mungkin tidak kita sadari terbawa mudik. Namun, di sisi lain, rasa rindu keluarga menjadi rasa yang sulit dibendung.
Itu pula yang dirasakan Poniran, seorang ayah yang tinggal di Pedukuhan Menguri, Kalurahan Hargotirto, Kapanewon Kokap.
Itu pula yang dirasakan Poniran, seorang ayah yang tinggal di Pedukuhan Menguri, Kalurahan Hargotirto, Kapanewon Kokap.
Pria berusia 30 tahun itu terpaksa pulang kampung, setelah dirumahkan oleh pabrik tempatnya bekerja akibat wabah corona. Di tengah kabar yang kurang menyenangkan itu, tentu bertemu dengan keluarga adalah salah satu obat yang bisa memulihkan semangatnya.
Namun Poniran harus rela untuk menahan sedikit lebih lama rasa rindu bertemu anak dan istri di kampung halamannya.
Pasalnya kepulangan Poniran dari Tangerang pada Minggu (19/4/2020) lalu tidak langsung mengantarnya ke pelukan anak dan istrinya di rumah tetapi langkahnya segera tertuju pada sebuah gubuk karantina yang sudah disediakan.
Ruangan berukuran 2 x 3 meter berlantai tanah dengan dinding dan atap sebuah terpal yang melindunginya dari terik panas sinar matahari dan air hujan menjadi tempatnya menghabiskan waktu selama 14 hari ke depan. Berisikan sebuah dipan lawas dengan kelambu yang ia jadikan tempat untuk merebahkan diri.
Sebenarnya Poniran telah mengantongi surat keterangan sehat dari Tangerang, namun ia tetap berinisiatif menghubungi keluarga dan pihak padukuhan. Hal itu ia lakukan demi kebaikan dirinya, juga keluarganya di rumah.
Semuanya setuju dan bersinergi menyiapkan sebuah gubuk karantina untuk Poniran. Lokasinya memang tak jauh dari kediamannya. Namun karena tipikal Kapanewon Kokap yang didominasi areal perhutanan dan perbukitan, membuat Poniran serasa diisolasi di hutan.
�Kalau bertemu (keluarga) sih sudah, kalau bersentuhan tidak pernah,� ujarnya saat ditemui di gubuknya, Kamis, (23/4/2020).
Poniran memang tetap bisa bertemu dengan anak dan istrinya, bahkan keluarga kecilnya itu masih sering untuk membawakan makanan dan berbagai kebutuhan selama tinggal di gubuk karantina.
Namun, tentu pertemuan itu tidak akan berjalan seperti biasanya dengan segala keakraban yang sudah terjalin. Mereka hanya akan meletakkan semua kebutuhan sang ayah di sebuah kursi plastik, yang berjarak sekitar empat meter dari gubuknya.
Bukan hal mudah, terpaksa tinggal 14 hari terpisah dari keluarga, ditambah ia berada di kawasan hutan. Namun Poniran punya cara tersendiri dalam menghadapi kejenuhan selama masa karantina.
Poniran yang merupakan supervisor pabrik keramik itu, membekali dirinya dengan sebuah cangkul. Strateginya adalah menghabiskan waktunya selama di karantina dengan mengolah kebun yang berada di sekitar gubuknya.
Rindu juga sudah tidak perlu ditanyakan lagi kepadanya, ia harus menahan rasa rindunya meski keluarga sudah ada di depan mata. Menurut Poniran, ini adalah konsekuensi yang harus ia ambil sebagai pemudik.
�Saya sudah yakin dan niatkan dari awal sebelum pulang, ya anggap saja seolah-olah libur saya baru nanti 14 hari setelah karantina ini terlewati,� ucapnya.
Ulang Tahun Anak
Sudah empat hari Poniran menjalani isolasi di gubuk sederhananya. Hari kamis (23/4/2020), anaknya, Dina Avrilia Nurani baru saja merayakan ulang tahun yang kesembilan.
Namun karena kondisi yang belum memungkinkan, Poniran hanya mampu berkomunikasi melalui gawai yang ada di genggamannya sambil berharap tidak terjadi gangguan koneksi dari gubuknya.
Dari jarak yang sebenarnya tidak jauh itu, Poniran hanya bisa mengucapkan selamat ulang tahun melalui video call.
Dina yang ditanya mengenai perasaannya ketika sang tidak bisa merayakan ulang tahunnya bersama secara langsung meskipun sudah berada di dekatnya, mengaku sempat sedih dan kangen. Ia sudah lama menanti kedatangan ayahnya dan berharap bisa berkumpul bersama namun ternyata harapannya belum terkabulkan.
Momen mengharukan terjadi ketika di akhir video call itu, Dina tak kuasa menahan rasa rindu kepada sang ayah sehingga mengecup layar gawainya. Tanda betapa si anak menyayangi ayahnya.
Di tengah situasi yang memprihatinkan dan serba terbatas, apresiasi disampaikan Kepala Dukuh Menguri, Suparno atas inisiatif Poniran yang melakukan isolasi mandiri. Kesadaran pribadi Poniran untuk menjaga kesehatan bersama sangat patut dicontoh bagi para pemudik.
�Terlebih lagi di sini (Pedukuhan Menguri) belum ada gedung karantina mandiri untuk pemudik yang benar-benar disiapkan. Semuanya adalah inisiatif yang bersangkutan,� jelasnya.
Kepedulian, satu kata yang rasanya pantas untuk disematkan kepada Poniran karena berkat kepedulian dan kesadaran dirinya mengisolasi diri secara mandiri, ketenangan dan kenyaman warga lainnya ikut terjaga. Dari sebuah gubuk kecil dekat hutan Poniran tunjukkan kepedulian yang tak ternilai.
Demikianlah pokok bahasan Artikel ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami Artikel ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari Artikel ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar Artikel ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang
Sumber : Berbagai Sumber Media Online
Posting Komentar untuk "Demi Keluarga, Poniran Rela Karantina Mandiri di Hutan"