Perceraian itu bukan hanya memisahkan tapi juga menghancurkan | Setiap tahun ajaran baru dimulai, saya dan beberapa teman guru wali kelas memiliki kebiasaan mengumpulkan biodata siswa yang meliputi data pribadi siswa dan orang tuanya.
Ada banyak keuntungan ketika kita telah menggenggam data siswa didik kita, salah satunya yang paling gampang adalah ketika tiba-tiba anaknya sakit, kita dengan mudah bisa menelpon orang tuanya atau mengantarkannya ke alamat yang tertera.
Biasanya kami akan menggaris bawahi anak yatim, piatu dan tentunya yatim piatu. Anak-anak tersebut akan mendapat perhatian khusus terlebih bila mereka juga berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ketika ada pendataan beasiswa maka anak-anak tersebut akan diprioritaskan.
Akan tetapi ternyata ada beberapa hal terkadang tak terpantau hanya dengan data pribadi saja dan aku pun pernah kecolongan, abai akan masalah siswaku yang benar-benar tak terpantau.
Ketika akhir tahun pembelajaran, pada pertemuan terakhir aku meminta seluruh siswaku untuk menulis masalah terberat dalam hidup mereka selama duduk di sekolah menengah.
Ada banyak kisah remeh remeh menurut kita tapi penting bagi siswa, beberapa masalah yang muncul pun terkadang menggelitik, aku dan temanku sempat tertawa membaca curahan hati para ABG ini.
"Masalah terberat ku ketika SMP adalah penaku selalu hilang tiap hari, entah siapa yang ngambil tapi gara-gara itu uang jajanku berkurang buat beli pena terus, sedih Bu," curhat satu siswa.
"Masalahku adalah aku gak bisa bangun pagi, jadi telat terus ke sekolah."
"Masalahku adalah punya adek yang rese dan kepo urusanku."
"Masalahku adalah aku selalu kesulitan menolak ketika cowok yang kusuka nembak aku."
Sejauh yang kubaca gak ada yang aneh karena pada tahun itu aku menjadi wali kelas dimana hampir gak ada drama sepanjang tahun.
Lalu sebuah kertas dengan tulisan panjang berlembar mencuri perhatianku.
"Masalahku adalah mengapa aku tak cepat besar saja, mengapa waktu berjalan begitu lambat." Kalimat awal pembuka curhatnya .
Lalu mengalirlah kisah hidupnya yang menurutku cukup memilukan.
Ayah dan ibuku sudah berpisah sejak aku SD, ayah kawin lagi begitupun ibuku.
Mereka telah memiliki keluarga lagi dan bahagia sementara aku dititipkan pada nenek.
Pernah aku mengunjungi ayah namun ibu tiri ku seperti tak suka dan bila aku mengunjungi ibu maka ayah tiriku yang banyak omong itu mendadak jadi pendiam. Ayah dan ibu kandungku pun selalu terlihat terkejut bila aku berkunjung, sepertinya cuma aku yang merindukan mereka namun tidak dengan mereka.
Aku tak ingin apa-apa cuma ingin menjadi anak bagi ayah dan ibu saja. Kini nenek sudah tua, sakit-sakitan dan sebentar lagi akan dibawa oleh anaknya yang lain untuk dirawat. Lalu aku dengan siapa?
Tak satu pun baik ayah maupun ibu menawarkan diri ingin menampungku. Mereka seolah pura-pura tak tahu bila aku tak memiliki tempat untuk bernaung.
Lalu telah diputuskan bila selepas lulus SMP aku akan ke Palembang mengikuti bibiku di sana.
Kenapa harus ikut bibi bila sebenarnya ayah dan ibuku semua masih hidup. Aku tahu sebenarnya mereka menyayangiku namun selalu merasa tak enak dengan pasangan hidup mereka yang baru. Tapi mereka lupa bila aku pun memiliki perasaan juga dan kini aku terluka.
Entah bagaimana kehidupanku dengan bibiku di Palembang nanti, betah atau tidaknya aku itu tak penting, semua tak peduli dengan keinginanku, bahkan perasaanku pun tak ada artinya bagi mereka.
Aku ingin cepat besar Bu biar dapat mandiri dan tak hidup bergantung dengan orang lain. Entah kenapa waktu berjalan begitu lambat.
Aku termenung sesaat setelah membaca curahan hati siswaku ini. Ia anak yang ceria di kelas, perangkat kelas pula, ringan tangan dan yang kuingat selalu tertawa lepas bila aku bercerita lucu.
Sungguh kali ini aku terlambat mengetahui tentang anak ini, dari data yang kubaca ia bukan anak yatim piatu dan itu benar karena keduanya masih hidup. Dari keseharian pun ia tak menampakkan diri sebagai siswa yang bermasalah. Ia cukup pintar, ceria dan memiliki banyak teman, namun ternyata penampilan luar terkadang dapat menipu.
Untukmu ayah bunda yang memiliki niat untuk mengakhiri pernikahan dengan alasan apapun tahukah kalian bila itu terjadi maka bukan hanya perpisahan yang terjadi namun ada yang hancur berkeping bernama hati seorang anak.
Sampai kapanpun kedua orang tua adalah orang terdekatnya, dari mereka lah ia hadir menjadi penghuni bumi ini. Ketika perpisahan terjadi maka ada luka yang terus menghantuinya seumur hidup. Hidup tak akan sama seperti sediakala, pasti berbeda walau kau bilang buah hatimu baik-baik saja.
Pikirkan lagi, redakan ego, tataplah kedua netra buah hatimu, bagaiman dengan hidupnya kelak, bagaimana ia harus menghadapi lingkungannya, ada banyak rentetan masalah yang menyusul nantinya.
Dan bila perpisahan itu tak terelakan lagi, ingatlah bila hanya kau dan pasanganmu yang berpisah namun buah hatimu tetaplah amanah yang seumur hidup menjadi tanggung jawabmu. Jangan putuskan kasih sayang itu hanya karena keluarga barumu, jangan berpura lupa akan kewajiban hanya karena perhatianmu telah terbagi, ingatlah bila tangan kecil buah hatimu nanti juga akan menjadi penentu pintu surga atau neraka kah yang akan kau masuki nanti di akherat.
Muaradua, Ana Yuliana
Note: ini adalah hari kedua saya masih menangis membaca rangkaian kisah hidup almh Bapak BJ Habibie. Benar-benar sosok inspiratif, cintanya pada istri dan kepasrahannya pada Ilahi selalu menyentuh hati siapapun. InsyaAllah Ibu Ainun telah menanti Beliau di surga.
Posting Komentar untuk "Perceraian itu bukan hanya memisahkan tapi juga menghancurkan"