KELEMAHAN SAINS MODERN


KELEMAHAN SAINS MODERN




Disusun Oleh:
Bayu Wibawa
Nurul Izah  
Nur Azizah


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat merupakan satu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan, baik yang teoritis maupun yang praktis. Bukti ini dapat disajikan dalam temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam sendiri, seperti al-Kindi yang ahli dalam ilmu pasti dan ilmu falak, Ibnu Sina yang tersohor dalam ilmu kedokteran dengan menyusun kitab al-Qonun yang sampai detik hari ini menjadi rujukan dibelahan barat maupun timur. Ibnu Rusyd ulama dalam bidang hukum, ilmu hisab (arithmatic), kedokteran dan ahli filsafat.
Sejarah perkembangan sains menunjukkan bahwa sains berasal dari penggabungan dua tradisi tua, yaitu tradisi pemikiran filsafat yang dimulai oleh bangsa Yunani kuno serta tradisi keahlian atau ketrampilan tangan yang berkembang di awal peradaban manusia yang telah ada jauh sebelum tradisi pertama lahir. Filsafat memberikan sumbangan berbagai konsep dan ide terhadap sains sedangkan keahlian tangan memberinya berbagai alat untuk pengamatan alam. Selanjutnya, sains modern bisa dikatakan lahir dari perumusan metode ilmiah yang disumbangkan Rene Descartes yang menyodorkan logika rasional dan deduksi serta oleh Francis Bacon yang menekankan pentingnya eksperimen dan observasi.
Setiap filosof adalah ilmuan, karena filsafat berdiri atas dasar ilmu pasti dan ilmu alam. Akan tetapi, tidak setiap ilmuan adalah filosof pada saat kejayaan lslam mencapai puncaknya, ketika itu antara filsafat, agama dan sains berbaur menjadi satu, sehingga saling mempengaruhi. Oleh karenanya terputusnya hubungan antara filsafat dan sains bagaikan kepala tanpa badan dan tubuh tanpa roh.
Begitu dekat hubungan antara sains dan filsafat, sehingga beberapa macam pengetahuan ilmiah tertentu, khususnya cabang-cabang yang lebih umum, seperti matematika, fisika, kimia, biologi, dan psikologi, sangat diperlukan oleh mahasiswa filsafat. 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN SAINS MODERN
Sains secara operasional adalah suatu akal manusia yang teratur dari taat asas menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar. Jika kata sains ini digandeng dengan kata modern, maka yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang lahir pascarenaisains Perancis pada abad ke 17 M dan 18 M. Era ini oleh ahli sejarah ilmu dinamakan dengan era pencerahan. Sejak era Inilah ilmu pengetahuan modern berkembang pesat dan mempengaruhi yang seluruh dunia. Kedahsyatan sains modern ini semakin terasa, saat yang berhasil melahirkan aneka teknologi yang telah memudahkan hidup manusia. Tidak hanya itu, teknologi modern telah pula mempengaruhi perilaku, gaya hidup, dan pola hubungan antaramanusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya.
Di antara produk ilmu pengetahuan modern adalah berbagai peralatan modern di bidang Kedokteran, teknik, industri komputer dan telekomunikasi. Semua teknologi ini telah memberikan banyak dampak dalam memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Sains modern dengan berbagai temuannya telah menggantikan daun lontar menjadi komputer, alat bantu lihat seperti mikroskop, teleskop, sinar Leuser, dan seterusnya.
Dengan demikian, sains modern yang dimaksudkan dalampembahasan ini adalah lebih kepada sains dalam pengertian ilmu-ilmu empiris yang diperoleh melalui metoda verifikatif, eksperimental, dan observasi laboratorium.
B.     DASAR FILOSOFIS SAINS MODERN
Semua disiplin ilmu pengetahuan memiliki fondasi atau landasan filosofisnya masing-masing. Bahkan untuk bidang disiplin ilmu yang sama yang memiliki landasan filosofis yang berbeda. Ada beberapa aliran filsafat yang memberikan arti penting bagi tumbuh dan berkembangnya sains modern. Di antara yang paling terkemuka dan menonjol adalah positivisme, materialisme, dan pragmatisme. Ketiga mazhab inilah yang disebut dasar atau fondasi bagi bangunan sains modern.
Pada mulanya positivisme adalah aliran filsafat yang lahir untuk menggugat norma ilmu pengetahuan lama dan menggantinya dengan norma ilmu pengetahuan baru. la lahir pasca rebaisains Prancis atau era pencerahan. Positivisme menggeser dominasi agama dan menggantinya dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan metafisis diganti oleh mazhab ini dengan ilmu pengetahuan rasional dan empiris. Penggantian ini dilakukan, karena dipandang menjadi biang keladi ketertinggalan peradaban manusia. Sejak saat itu, muncullah ilmu pengetahuan alam yang dianggap lebih dapat memberi kepastian dan dapat diprediksikan. Melalui empirisme dan rasionalisme, ilmu pengetahuan alam mengembangkan konsep ilmu murni. Ilmu alam saat ini berhasil membebaskan diri dari unsur-unsur subyektif, sehingga mendapatkan kebenaran obyektif. Melalui gerakan pemurnian ini, positivism mengklaim dirinya sebagai pengetahuan yang bebas dari kepentingan. Alhasil, teori-teori yang dihasilkannya dianggap bersifat netral.
Puncak pembersihan ilmu pengetahun dari unsur subyektif mencapai puncaknya di era Auguste Comte 1798-1857 M). la menelorkan gagasannya tentang fase perkembangan masyarakat yang terdiri dari fase teologi, metafisik, dan positif. Positivisme menganggap bahwa pengetahuan tentang fakta obyektif sebagai pengetahuan yang ilmiah. Dengan menggeser pengetahuan yang melampaui fakta, aliran ini bermaksud mengakhiri nyawa metafisika dan sekaligus menguburkan filsafat dari kerja spekulasinya. Bagi Comte, masyarakat yang ideal adalah masyarakat pada fase positif.
Comte memang bukan orang pertama yang memperkenalkan aliran positivisme, akan tetapi di tangannyalah aliran ini dijelaskan secara sistematis dan mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan hingga sekarang. Positivisme, bagi Comte berarti; yang nyata, yang bermanfaat, yang pasti, jelas atau tepat, dan penataan atau penertiban. Karena itu, menurutnya filsafat positif hanya menyelidiki obyek yang dijangkau oleh akal manusia Hasil penyelidikannya diarahkan untuk kemajuan dan bermanfaat bagi individu dan masyarakat. Tujuan akhirnya adalah penataan dan penertiban kehidupan manusia.
Berdasarkan pemikirannya, positivisme ingin menegaskan penolakannya terhadap berbagai bentuk pengetahuan yang tak teramati, seperti metafisika, teologi, seni, dan etika. Dengan demikian, positovisme dalam perkembangannya menggunakan metode ilmu alam untuk memahami realitas. Aliran ini, kemudian dilkembangkan lebih lanjut oleh komunitas Lingkaran Wina, yang lebih dikenal dengan mazhab positivisme logis. Di tangan Ernst Mach, positivisme dipersempit hanya dalam ranah penyelidikan bersifat inderawi. Karena itu, mereka berpendapat bahwa penentu sebuah penyelidikan ilmiah adalah data empiris, yang didasarkan pada keterukuran, keterhitungan, dan keterbuktian. Metode yang digunakan untuk menguji validitas ilmiah adalah verifikasi.
Ironisnya, metode ilmu alam ini juga dipaksakan untuk penyelidikan gejala-gejala sosial dan kemanusiaan. Alasannya, agar ilmu sosial dan kemanusiaan memiliki kepastian. Hal ini telah mereduksi pengetahuan manusia melalui penyeragaman metodologi penelitian yang digunakan baik dalam memahami alam maupun fenomena sosial dan kemanusiaan. Metode fisika merupakan metode yang paling dominan dipakai dalam penyelidikannya. Karena, bahasa fisika adalah bahasa yang paling universal. Langkah ini menunjukkan penyangkalan terhadap perbedaan mendasar antara fenomena alam dan sosial-kemanusiaan. Inti filsafat positivisme adalah verifikasi. Padahal verifikasi memiliki banyak kekurangan atau kelemahan, di antaranya adalah; (1) verifikasi mengokohkan kebenaran suatu paradigm, padahal ilmu pengetahuan tidak ditentukan oleh kekokohan paradigm. Karena paradigm dapat dibuktikan kesalahannya melalui falsifikasi. (2) dalam ranah ilmu sosial dan humaniora, verifikasi ternyata mengandung banyak kesukaran. Karena, fenomena sosial-humaniora tidak hanya sarat dengan logika, melainkan penuh dengan ekspresi, emosi, dan estetika.
Positivisme Comte pada dasarnya ingin menegaskan sekulerisme dan materialism sebagai dasar semua sains modern yang harus eksplanatoris dan prediktif. Agar bisaseperti itu, maka ia harus berdiri di atas empat pilar utama, yaitu; (1) obyektif, bahwa teori tentang semesta harus bebas nilal; (2) hanya berbicara tentang semesta yang teramati, yang disebut dengan fenomenalisme; (3) semesta direduksi menjadi faka-fakta yang dapat diamati, yang disebut reduksionisme; (4) semesta adalah obyek-obyek yang bergerak mekanis, yang diistilahkan dengan naturalism.
Penyangkalan positivisme terhadap metafisika langkah lantang untuk menyingkirkan Tuhan dan etika dalam kerja ilmu pengetahuan. Akibatnya, ilmu dipandang bebas nilai atau netral.
Dalam perkembangan selanjutnya di abad ke 20 M, lahir aliran filsafat baru di belahan bumi Amerika, yaitu aliran pragmatisme dengan tokohnya antara lain, Charles Sanders Peirce (1839-1914 M), William James (1909 M), dan John Dewey (1916 M). menurut aliran ini, sesuatu dikatakan benar bila memberikan pengaruh dan kegunaan praktis. Menurut Peirce sebagai penemunya, pragmatisme bukan suatu filsafat, bukan pula metafisika ataupun sebuah teori. Melainkan suatu teknik untuk membantu kita menemukan cara untuk pemecahan masalah. Pragmatisme bukan untuk membuktikan problem real metafisika, melainkan untuk menunjukkan bahwa problem metafisika itu tidak bermakna apapun.
William James sebagai penerus generasi mazhab pragmatisme berpandangan bahwa setiap bagian dari realitas mempunyai fungsi dan kegunaan. Sesuatu yang tidak berfungsi atau tidak berguna tak akan dapat bertahan sebagai bagian dari realitas. Pragmatisme bersifat empiris humanis, berbeda dengan penerusnya John Dewey. Pragmatisme hasil kreasi Dewey bersifat instrumentalis.Menurutnya, ide, konsep, dan keputusan hanyalah instrumen bukan untuk mencari benar-salah, melainkan untuk membuktikan melalui pengalaman tentang efektif atau tidak. Dalam perspektif seperti ini, kebenaran ilmiah diuji lewat kesesuaian antara ide dengan fungsi atau manfaat. Fungsi dan manfaat ditujukan untuk kehidupan manusia yang pada akhirnya mengabaikan akibat ditimbulkan terhadap alam sekitar. Tidak hanya itu, pragmatisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan menfokuskan perhatiannya kepada produk ilmu yang fungsional, efesien dan praktis. Padahal, yang fungsional, efesien, dan praktis itu tidak selamanya menjamin keadilan dan tidak selalu manusiawi.
Alhasil, kaum ilmuan yang mendasarkan diri pada paradigma ini, akan mengejar perkembangan pesat teknologi. Mereka terpukau dengan temuan-temuan baru dan inovasi teknologi yang berhasil mereka lahirkan. Penganut mazhab pragmatisme ini, akan menentukan berbagai pertimbangan dan aktivitas yang mengarah pada satu tujuan, yaitu menghasilkan teknologi secepat dan sepesat mungkin. Akibatnya, mereka kurang mempertimbangkan akses yang ditimbulkan bagi kemanusiaan dan lingkungan atau ekosistem. Hasrat untuk mempercepat inovasi temuan teknologi baru menjadikan ilmuan atau yang berkepentingan untuk menjadikan teknologi sebagai mains(tujuan utama) sekaligus end (tujuan akhir). Akhirnya, manusia yang semestinya menjadikan teknologi sebagai media atau sarana mempermudah kehidupan, justru diperbudak oleh teknologi yang diciptakannya sendiri.
Kedua mazhab filsafat diatas semakin menancapkan pengaruh dan dampaknya bagi kehidupan saat bergabung dengan filsafat materialisme. Aliran yang disebut terakhir ini menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, epistemologi atau penjelasan sejarah. Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik maksud, tujuan, makna, kehendak, dan dorongan. Pada posisi yang paling ekstrem, mereka berpendapat bahwa tidak ada Allah, malaikat, alam ghaib, dan jin atau dunia adikodrati. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu adalah manifestasi dari aktivitas materi.
Dalam berkembangannya, mazhab ini memiliki beragam varian di antaranya adalah materialisme rasionalistis, materialisme biologis, materialisme antropologis, materialisme dialektis, materialisme mekanistis, dan materialisme historis. Padahal, kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan begitu saja dari aspek immaterial. Realitas tidak hanya yang material, melainkan juga yang immaterial. Bukankah manusia merupakan makhluk dwi dimensi, yaitu dimensi jasmaniah dan ruhaniah. Setiap orang dapat menyangkal segala sesuatu yang tidak bersifat material, namun tidak bisa lari dari cinta, suasana batin, dan iklim kejiwaan. Menafikan ini semua sama dengan menguburkan eksistensi dan esensi dari manusia.
Dengan demikian, di atas landasan atau fondasi mazhab filsafat di ataslah sains modern dibangun dan tonggak-tonggak pengetahuan modern ditancapkan. Tidak mengherankan, jika kemudian dengan sains modern dan teknologi yang dihasilkannya telah merubah wajah dunia semakin menakutkan dan mengerikan. Manusia dari sebelumnya bersahabat dan menyatu dengan alam, berubah drastic menuju keterpisahan dengan alam, ia hidup di tempat yang terasing dengan lingkungan sekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri.

C.     KELEMAHAN SAINS MODERN
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu prestasi manusia di abad ini adalah kemampuannya mengembangkan ilmu dan teknologi. Denganilmu dan teknologi inilah manusia telah berhasil memberikan aneka kemudahan bagi manusia dalam melayani dan memenuhi kebutuhannya. Kemajuan manusia terhadap sains bukan hanya mempersempit terhadap ruang namun juga waktu, ruang dunia yang sebelumnya membentang luas kini berhasil di lipat beberapa kali, sehingga semakin sempit. Dan keberhasilan sains dalam melipat dunia telah mempengaruhi waktu yang di butuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut bisa kita ketahui dengan di temukannya alat transportasi dan telekomunikasi yang canggih, jarak perjalanan yang membutuhkan waktu berbulan-bulan kini bisa di tempuh hanya dengan satu hari atau kurang darinya, dan berita yang awalnya membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk di sebarkan ke seluruh dunia tapi sekarang sudah menjadi hal yang biasa di lakukan dalam hitungan menit bahkan detik.
Kemajun sains telah berhasil menciptakan revolusi dalam berbagai bidang dengan tingkat kemajuan dan kecepatan yang mencengangkan. Begitudahsyat otak manusia yang berhasil mengubah gurun pasir dan belantara menjadi komplek perumahan dan gedung-gedung pencakar langit. Dan salah satu dampak positif  adanya sains yaitu berubahnya alat tulis yang awalnya daun lontar dan tulang menjadi komputer atau telepon selluler.
Namun di samping berbagai kemudahan dan dampak positif dari sains modern, iajuga membawa dampak negative yang bersemayam dalam apa yang kita kenal dengan sains modern. Salah satu di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Sains modern reduksionis
Pendekatan analisis sains sangatlah reduksionis sehingga membawa pada gambaran realitas yang salah, pendekatan analisis seperti ini tidak berfungsi dengan baik untuk menganalisis obyek-obyek yang hidup. Karenainilah, maka sains sangat terbatas dan dalam banyak hal tidak dapat membantu kita dalam memahami alam. Akibatnya banyak  persoalan manusia yang kompleks luput dari analisis sains, dan penerapan tersebut dalam memahami alam juga di terapkan dalam memahami manusia yang mengatakan bahwa manusia itu tidak lebih dari benda mati, tanpa dinamika yang komplek tidak hanya sebagai makhluk hidup, melainkan juga makhluk yang berakal dan berperasaan. Bahkan lebih penting dari semua itu manusia adalah manusia yang beragama dan bertuhan. dalam hal ini sains mempunyai cacat yang serius karena sifatnya yang terbatas sehingga banyak persoalan manusia yang luput dari analisis sains.
Dengan landasan filosofis yang reduksionistik, sains mereduksi pengetahuan pada kategori-kategori mekanistik dan prinsip anomistik. Kedua hal ini telah di gugat oleh banyak ahli dari barat maupun timur. Karena, landasan seperi ini tidak mampu menggambarkan kompleksitas alam yang akan di pahami manusia. Apalagi untuk memahami kompleksitas manusia itu sendiri dan sang penciptanya. Pemahaman reduksionis terhadap alam dan manusia dapat membuat kita hanya memahami sebagian kecil dari alam dan manusia. Kondisi ini sangat berbahaya bagi langkah-langkah yang harus di lakukan manusia untuk mengelola alam dengan segenap sumber dayanya dan juga manusia dengan berbagai persoalan dan potensi yang di milikinya.
Menurut beberapa filosof  barat berpengaruh, manusia adalah mesin yang di kendalikan semata-mata oleh kepentingan finansial. Agama, moral, filsafat, sains, sastra, dan seluruh kesenian di tegakkan atas landasan cara produksi, pembagian dan distribusi kekayaan. Semua ini adalah manifestasi dari aspek ekonomi kehidupan manusia.
2.      Sifat utilitarian  sains  modern.
Sifat utilitarian inilah yang melahirkan anggapan bahwa pemahaman alam berjalan bersamaan dengan kontrol teknis atasnya. Ini tergambar dengan jelas dengan sifat sains modern yang pragmatis, yakni anggapan bahwa sains itu benar bila dapat berguna untuk menciptakan aneka tegologi. Fenomena ini sangat kentara dalam kehidupan individu,masyarakat, dan pemerintahan negara. Dan hal tersebut bisa di lihat dari pemikiran barat yang mulai menghinggapi dunia, dan mengesampinkan berbagai cara pengetahuan alternatif  lainnya.
3.      Klaim obyektivitas sains.
Paham bahwa sains obyektif merupakan titik lain dari kelemahan sains modern. Obyektivitas yang dimaksud adalah empiri-sensual. Menurut paham ini, ilmu pengetahuan hanya obyektif  antara lain, jika merujuk pada realitas yang sama sekali terpisah dari kita, manusia. Jadi obyektif dalam makna ini hanya sesuai dengan fakta telanjang belaka dan inderawi. Manusia akhirnya menciptakan dunia sebagaimana di pahami dari hasil serapan panca indra. Hasil serapan panca indera inilah yang di percayai sebagai sains yang obyektif. Padahal realitas tidak selamanya menampakkan dirinya melalui serapan panca indera manusia, sehingga hanya bersifat empiri-sensual. Melainkan juga empiri etik dan empiri trancendental. Jikapun realitas tersebut dapat di tangkap oleh manusia,satu hal yang harus di sadari bahwa kemampuan indera manusia sangat terbatas. Sebagai contoh, tongkat lurus yang di celupkan dalam air akan tampak bengkok oleh panca indera (mata) manusia. Bukti lainnya adalah, jika kita mengendarai sebuah bus yang sedang melaju dengan kecepatan tertentu,maka kita akan melihat pohon-pohon dan tiang listrik yang berada di luar bus berlari kencang sesuai dengan kecepatan laju bus. Pertanyaannya adalah apakah betul pohon-pohon dan tiang listrik bisa berlari dalam kenyataannya? Tentu saja jawabannya tidak akan pernah bisa. Sains tidak mengungkapkan kebenaran, karena ia hanya bisa melihat apa yang bisa di lihat oleh alatnya. KarlR. Popper menunjukkan bahwa unsur-unsur kunci dalam metode keilmuan seperti itu sebenarnya di dasarkan atas suatu kekeliruan logis. Tidak menjadi masalah berapa banyak eksperimen dan pengamatan yang menegaskan kebenaran suatu proposisi tertentu. Karena semua itu tidak akan dapat menjamin dan membuktikan bahwa proposisi yang akan datang tidak akan membatalkan yang terdahulu. Sehingga Popper menawarkan bahwa tenaga pendorong sains bukan lagi kofirmasi, melainkan penyangkalan atau falsifikasi.
4.      Tidak mampu menjawab persoalan-persoalan non-saintifik.
Kemampuan sains untuk menjawab berbagai pertanyaan unultimate di pertanyakan. Sains mengalami kesulitan besar, bahkan kegagalan untuk menjawab pertanyaan tentang makna dan tujuan hidup, keabadian jiwa, dan kehendak bebas. Pertanyaan seperti ini, dipandang berada di luar wilayah kerja sains, dan menjadi ranah agama. Memang agama menyajikan penjelasan tentang makna dari sesuatu, sehingga memberi jawaban untuk memahami problem eksistensial (existentially intelligible). Sedangkan sains memberikan penjelasan tentang hukum kausalitas bagi segala sesuatu, sehingga alam dapat di pahami secara teknologis dan prediktif.
Oleh karena itu ada persoalan yang memang relevan dengan sains, sehingga membutuhkan jawaban saintifik. Namun ada juga persoalan yang tidak relevan dengan sains, sehingga membutuhkan jawaban di luar sains. Persoalan tentang dari mana asal usul alam? Kenapa hukum alam perlu? Kenapa manusia dapat memahai alam? Siapa yang membuat manusia paham? Dalam konteks inila Roger Trigg mengatakan: science ti explain everything, we need a reasson for trusting science, alasan tersebut adalah sesuatu yang berada di luar sains, ia dapat berupa rumen filosof, dapat juga berwujud alasan teologis. Dan sains modern justru mengingkari sesuatu di luar sains sebagai ilmiah, sehingga meniadakan peran spiritual-transidental dan bentuk penjelasan lain di luar sains. Hal inilah yang dapat membuat sains gagal dalam menjelaskan sesuatu yang tidak bersifat empiri-sensual sebagai level kebenaran ilmiah yang dapat di buktikan secara inderawi. Selain itu juga di pandang tidak ilmiah.
5.      Kekeliruan paradigmatik.
Paradigma merupakan hal mendasar dan penting dalam dunia sains. Karena sebuah paradigma bukan hanya hasil dari sebuah penelitian yang memberi petunjuk bagi aktivitas ilmuan berikutnya. Ia juaga merupakan suatu tradisi riset, sebuah jalan pikiran yang menbawa segenap perangkatnya seperti asumsi, nilai, konsep, model, dan orientasi untuk membimbing ilmuan dalam memahami gejala kealaman, peristiwa kemanusiaan atau peorangan. Ia merupakan kacamata untuk melihat masalah dan menenggukkan tekhik atau pendekatan tertentu yang tepat dan solutif.
Pembentukan paradigma merupakan hal mendasar bagi sains sebagai proses sosial. Tanpa komitmen dari setiap ilmuan untuk  jujur dan setia kepada kebenaran tak akan terjalin integralitas dan komphrehensifitas pemahaman terhadap realitas yang sebenarnya. Apalagi ilmuan yang berhasrat untuk mendukung dan membela misi tertentu di luar ranah ilmu. Akibatnya ilmuan tersebut akan menggunakan paradigma yang di yakininya, dan fakta yang ia terima hanyalah fakta yang dapat masuk dalam kerangka pemikiran dan paradigmanya. Dalam hal inilah kita ingin menegaskan bahwa paradigma ilmu yang dominan di gunakan oleh kaum saintis modern adalah paradigm positivm, materialsm, dan pragmatisme. Karena inilah maka sains modern menerima cacat epistimologis paradigmatik. Sains modern akhirnya hanya merupakan akumulasi dari setengah kebenaran. Atas dasar setengah kebenaran inilah, sains dan kaum saintik mencoba untuk mengontrol dunia. Hasilnya adalah membawa dunia menuju pintu gerbang kehancuran. Dalam bahasa lebih fulgar Morris Berman mengatakan �pandangan dunia sains ini integral dengan modernitas, budaya massa, dan bencana kemanusiaan yang kita derita sekarang".
6.      Keyakinan berlebihan terhadap keampuhan sains.
Keyakinan berlebihan terhadap keampuhan sains telah menggiring manusia untuk hanya memperhitungkan penyebab material dari segala sesuatu. Karena hanya yang material yang dapat di ukur,di hitung, di identifikasi, dan di amati. Salam kondisi seperti ini, tidak ada tempat bagi sebab-sebab immaterial. Dengan begitu, Tuhan dianggap tidak penting bahkan dipertanyakan keberadaannya. Perhatian yang hanya memfokuskan diri pada penyebab material, akan membuat sains hanya meneliti tentang fenomena alam. Dengan begitu mengabaikan segenap peristiwa yang berada di luar fenomena alam fisik. Pilihanobjek kajian akan mempengaruhi bahkan menentukan pilihan instrumen dan metode untuk mempelajari atau meneliti alam. Ironisnya, instrumen dan metode yang di gunakan kaum saintis dalam memahami atau meneliti fenomena alam fisika, dipaksa untuk digunakan juga dalam rangka memahami alam metafisika, akibatnya, metode sains digunakan untuk memahami agama, jika agama berbeda atau bertentangan dengan sains, maka agama yang ditolak dan sains yang diterima, karena agama tidak sama dengan metode sains.

D.    SAINS MODERN DAN KRISIS GLOBAL
Makin banyak saja orang yang yakin bahwa apa yang disebut sebagai peradaban modern, yang di dalamnya kita hidup sekarang ini, sedang berada dalam krisis. Padahal, berbicara tentang peradaban modern adalah berbicara tentang sains modern dan penerapannya, demikian kata seorang penulis sejarah sains barat. Memang, kedengarannya agak berlebihan, tapi dalam kenyataannya sains modern bisa menerangkan berbagai persoalan dunia, tepatnya krisis global masa kini. Tentang alienasi individual, rusaknya lingkungan manusia, dan sebagainya. Masalah-masalah inilah bersama masalah-masalah lain yang saling memengaruhi dan terakumulasi dalam apa yang sekarang sering di sebut krisis global. Dan jika disebut peradaban modern, itu artinya bagian terbesar dari negara-negara di dunia, karena hampir seluruh negara kecil atau besar dengan sadar atau terpaksa sedang atau telah berjalan ke arahnya. Dengarlah Gregory Bateson: �Sudah jelas bagi banyak orang bahwa banyak bahaya mengerikan telah tumbuh dari kekeliruan-kekeliruan epistemologi barat. Mulai insektisida sampai polusi, malapetaka atomik, ataupun kemungkinan mencairnya gunung es antartika. Di atas segalanya, dorongan fantastik kita untuk menyelamatkan kehidupan-kehidupan perorangan telah menciptakan kemungkinan bahaya kelaparan dunia di masa mendatang.�
Kalau krisis-krisis ini didaftar secara lebih terinci, maka akan di dapatkan daftar yang amat panjang. Contoh pertama dan mungkin yang terbesar adalah krisis lingkungan. Ekosistem alam kini berada dalam keadaan yang amat labil, karena terlalu banyaknya campur tangan manusia di dalamnya, baik di rencanakan ataupun tidak. Efek rumah kaca akibat makin banyaknya gas karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil tidak hanya mengancam sebagian dunia, tapi seluruh dunia. Ancaman lain adalah menipisnya lapisan ozon atmosfer karena gas-gas yang dilepaskan pada penggunaan penyegar, misalnya deodoran dan aerosol. Meskipun jumlahnya kecil, hanya seperjuta bagian, ozon sangat penting untuk melindungi kehidupan dari serangan ultraviolet sinar matahari. Berkurangnya ozon bisa mengakibatkan bencana bagi kesehatan manusia maupun makhluk lainnya. Ada perkiraan yang menyebutkan bahwa pengurangan ozon akan mencapai tiga persen pada tahun 2000, dan lebih dari sepuluh persen pada tahun 2050. Pada tahun 1986 telah di temukan lubang ozon di atmosfer di atas Antartika yang ternyata meluasnya lebih cepat dari dugaan semula. Lalu, atmosfer di Eropa saat ini mendapat tambahan sulfur satu gram lebih tisp satu meter persegi sebagai polusi udara. Ini bisa mengakibatkan hujan asam yang merusakkan hutan-hutan di perairan. Tanah-tanah subur dan produktifberubah menjadi gurun. Tiga dasawarsa mendatang berarti gurun telah bertambah seluas Saudi Arabia.
Bencana lain yang juga cukup terkenal adalah penyakit Minamata di Jepang. Meski limbah methylmerciry (MeHg) hanya berasal dari sari pabrik Chisso, akibat yang di timbulkan sudah mengerikan. MeHg yang masuk ke tubuh manusia akan menumpuk di otak, terutama pada bagian pengatur keseimbangan dan penglihatan. Ternyata, Teluk Jakarta pun telah mengalami pencemaran serupa. Beberapa helai rambut anak kampung Luar Batang, Jakarta, yang di periksa di laboratorium di Jepang, di nyatakan positif mengandung MeHg.
Contoh-contoh di atas belum seberapa jika di bandingkan dengan kemungkinan terjadinya perang nuklir. Jumlah senjata nuklir yang ada saat ini cukup untuk menghancurkan umat manusia beberapa kali. Lebih dari empat puluh ribu hulu ledak bom nuklir, yang ada di dunia kini, masing-masing berkekuatan ribuan kali bom yang pernah jatuh di Hiroshima dan Nagasaki. Sementara bayangan kita belum lepas dari apa yang pernah terjadi di Hiroshima dan Nagasaki, 170.000 manusia tewas dan sekitar 100 ribu lagi terluka berat dan ringan.
Sains juga menciptakan teknologi yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Tapi di sadari atau tidak, teknologi menciptakan sesuatu yang tidak di prediksi sebelumnya. Contohnya, televisi adalah bentuk dari kerangkeng teknologi informasi karena ketika informasi masuk dalam kotak yang bernama televisi ini, maka pada waktu itu teknologi informasi menjadi budak bagi kepentingan kotak tersebut.
Jika teknologi dijadikan tujuan dan cita-cita, maka pada gilirannya peradaban teknologi akhirnya berubah menjadi kekuasaan yang membelenggu manusia sendiri. Nicolas Berdyev dalam bukunya The Destiny of Man berucap:
�Kemajuan tekhnik tidak saja membuktikan kekuatan serta daya manusia untuk menguasai alam, kemudian tekhnik itu tidak saja membebaskan manusia, tetapi juga memperlemah serta memperbudaknya, kemajuan itu memekanisasikan manusia dan menimbulkan gambaran serta persamaan manusia dengan mesin.� Jelas bahwa di stu sisi tekhnologi menjadi penjara bagi manusia, namun di sisi lain teknologi itu pun di penjara oleh kepentingan manusia.
Dan belakangan ini banyak kritik terhadap sains modern dari berbagai kalangan. Soalnya, teknologi sebagai penerapan sains untuk kepentingan manusia punya dampak yang cukup menakutkan. Keempat dampak itu adalah dampak militer, dampak ekologis, dampak sosiologis dan dampak psikologis.
Dampak pertama adalah potensi destruktif yang ditemukan sains ternyata serta merta dimanfaatkan langsung sebagai senjata pemusnah massal oleh kekuatan-kekuatan militer dunia. Sejarah tak dapat memungkiri bahwa ilmuwan berperan cukup besar dalam pengembangan senjata-senjata pemusnah massal tersebut.
Dampak kedua adalah dampak tak langsung yang berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup manusia oleh industri sebagai penerapan teknologi untuk kepentingan ekonomi. Dampak kedua ini adalah dampak tak langsung, karena industrialisasi adalah positif sedangkan krisis lingkungan yang ditimbulkannya bersifat negatif.
Dampak ketiga adalah keretakan sosial, keterbelahan personal dan keterasingan mental yang dibawa oleh pola hidup urbanisasi yang mengikuti industrialisasi ekonomi. Dampak ketiga ini adalah dampak tak langsung kedua sains dan teknologi, karena urbanisasi adalah dampak tak langsung dari industrialisasi. Dampak keempat, yang paling parah, adalah penyalahgunaan obat-obatan hasil industri kimia untuk menanggulangi dampak negatif dari urbanisasi.
Keempat buah dampak negatif penerapan sains dan teknologi itu tidaklah merisaukan kebanyakan ilmuwan karena mereka menganggap hal itu bukanlah urusan mereka. Soalnya dalam pandangan mereka, tugas mereka hanyalah mencari kebenaran ilmiah tentang alam. Oleh karena itu sains di anggap sebagai ilmu yang netral yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi. Sementara itu para teknolog juga melempar tanggung jawab dengan mengatakan teknologi itu bagaikan pisau adalah sesuatu yang netral yang bisa dimanfaatkan secara positif atau negatif tergantung pemakainya.
Akan tetapi melihat gelombang dampak negatif yang kumulatif sains modern itu, pada paruh kedua abad yang baru silam ini, timbul sejumlah kritik terhadap sains yang bukan merujuk pada dampak-dampak negatif yang sekunder itu, tapi langsung ke jantung filosofis sains yang selama ini dianggap tidak bermasalah. Kritik itu datang dari kalangan teolog, filosof serta ideolog-ideolog ekosofi, neomarxis, feminis dan etnoreligius. Pada dasarnya, kritikus-kritikus anti-sains itu menunjukkan ketimpangan pikir yang mendasari metodologi sains yang berujung pada mudahnya sains dimanfaatkan secara negatif tanpa rasa bersalah sedikitpun dari kalangan sains. Suatu kondisi yang menyedihkan dan memprihatinkan.
Kaum teolog misalnya dengan cepat mengatakan bahwa sains itu berdasarkan materialisme ateistik sehingga tidak mengherankan jika penerapannya mempunyai kecenderungan amoral. Sementara kaum filosof seperti kaum fenomenolog eksistensialis dengan terus terang menunjukkan bahwa sains pada dasarnya sebuah pemiskinan intelektual dari pengalaman langsung manusiawi akan realitas seutuhnya, sehingga tak mengherankan jika dampak negatif merajalela begitu sains dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
Kritik-kritik teologis dan filosofis itu biasanya tak terdengar di kalangan sains karena mereka menulis dan berbicara dalam jurnal-jurnal dan seminar-seminar akademik yang terpisah dari dunia akademik sains dan teknologi.
Namun kaum ideolog menggunakan media massa untuk melontarkan kritik-kritik radikal mereka. Pada umumnya kaum ideolog menunjukkan keberpihakan sains sebagai institusi kebudayaan pada sekelompok manusia sehingga dengan demikian terbukalah kedok kepalsuan netralisme sains modern.
Menurut kaum ekosofis sains modern berpihak manusia mengabaikan spesies-spesies makhluk hidup lainnya. Sedangkan kaum feminis melihat bahwa sains modern hanya berorientasi pada sebagian manusia yang berjenis kelamin laki-laki itulah sebabnya intuisi diabaikan dalam sains.
Sementara kaum neomarxis melihat bahwa sainsmodern tidak berpihak pada manusia seluruhnya tetapi pada kepentingan-kepentingan ekonomi kaum kapitalis global. Oleh karena itu, rasionalitas sains bersifat instrumental paragmatis.
Kaum etnoregius melengkapi pembongkaran itu dengan mengintegrasikan semua kritik itu dengan menunjukkan kepentingan kapitalisme global sebagai kelanjutan dari imperialisme Barat terhadap dunia selain mereka.
Dalam kancah krisis dan kritik sains modern itu, terbongkarlah paradigma sains modern yang tak lain dari filsafat materialisme mekanistik dan bersamaan dengan itu runtuhlah dominasi paradigma materialistik itu. Misalnya sekarang terjadi perang paradigma yang akan menggantikan paradigma sains yang lama itu dengan paradigma baru. Kedua paradigma baru itu adalah holisme sinergetik dan totalisme sibernetik yang menjadikan ruang maya antara internet sebagi ajang pertempuran yang tersamar.
Dengan demikian sudah waktunyalah bagi ilmuwan Islam untuk memberikan paradigma sains religius sebagai paradigma baru bagi sains pasca-modern di milenium baru. Diharapkan dengan begitu Islam dapat sekali lagi menjadi landasan religius melaui paradigma sains yang Islami bagi sains yang Islami.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sains dalam perspektif modern. Kata sains adalah adaptasi dari kata Inggris, science, yang sering juga secara kurang tepat diartikan sebagi ilmu pengetahuan. Secara etimologis, kata "science" berasal dari kata Latin "scire" yang arti harfiahnya mengetahui--dan derifatnya pengetahuan. Charles Sanders Peirce (1839-1914) adalah pemikir yang dengan brilian memberi landasan-landasan filosofis pada sains modern. Darinya kita paham bahwa metode saintifik empiris dalam dunia sains modern masa kini.
Sains modern selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan yaitu sains modern reduksionis, Sifat utilitarian  sains  modern, klaim obyektivitas sains, dan yang lainnya seperti yang telah di jelaskan di atas. Dan pada era global ini, sains dapat menimbulkan krisis seperti halnya menipisnya lapisan ozon di sebabkan oleh zat-zat kimia yang di keluarkan oleh benda-benda yang di ciptakan oleh sains itu sendiri. Selain mengalami krisis, sains juga mendapatkan kritik dari berbagai macam golongan yang memandang sains tidak hanya memberikan manfaat tapi juga menimbulkan bahaya yang tidak bisa di anggap sepele.

DAFTAR PUSTAKA

Ma, Danial, 2014,  filsafat ilmu, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Posting Komentar untuk "KELEMAHAN SAINS MODERN"