PENGERTIAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM



Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik, materil, kongkrit, dan 2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak.[1]
Dalam bahasa inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata.[2]
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga pendidikan  dengan orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.[3]
Daud Ali dan Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil, kongkrit dan kedua pengertian secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi fisik menampakkan suatu badan dan sarana yang didalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan.[4]
Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penananggung
JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2008) mengemukakan beberapa jenis lembaga pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah.
Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, �ali, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan, dan pemerdekaan.[6] Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan islam disyaratkan dalam al-Quran:[7]Artinya: �Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka�. (Q.S. al-Tahrim : 6)
Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan memiliki bentuk yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhaan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT di muka bumi (QS. Al-Jumu�ah : 10) dan selanjutnya dinafkahkan pada anak istrinya (QS. al-Baqarah: 228, 233). Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Dalam sabda Nabi SAW. dinyatakan: �Dan perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya itu� (HR. Bukhari-Muslim).[8]
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren dan sekolah merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga.[9]
Secara umum, kewajiban orang tua pada anak-anaknya adalah sebagi berikut:[10]
1.   Mendo�akan anak-anaknya dengan do�a yang baik. (QS. al-Furqan: 74)
2.   Memelihara anak dari api neraka. (QS. at-Tahrim: 6)
3.   Menyerukan shalat pada anaknya. (QS. Thaha: 132)
4.   Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. (QS. an-Nisa�: 128)
5.   Mencintai dan menyayangi anak-anaknya. (QS. ali Imran: 140)
6.   Bersikap hati-hati terhadap anak-anaknya. (QS. al-Taghabun: 14)
7.   Mencari nafkah yang halal. (QS. al-Baqarah: 233)
8.   Mendidik anak agar berbakti pada bapak-ibu (QS. an-Nisa�: 36, al-An�am: 151, al-Isra�: 23) dengan cara mendo�akannya yang baik.
9.   Memberi air susu sampai 2 tahun. (QS. al-Baqarah: 233)
Peranan para orang tua sebagai pendidik adalah:[11]
1.      korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya;
2.      inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi pengembangan kreativitas anak;
3.      informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak agar ilmu pengetahuan anak didik semakin luas dan mendalam;
4.      organisator, yaitu memiliki keampuan mengelola kegiatan pembelajaran anak yang baik dan benar;
5.      motivator, yaitu mendorong anak semakin aktif dan kreatif dalam belajar;
6.      inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan anak;
7.      fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak;
8.      pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak ke arah kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat.
Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
            Secara harfiah, masjid adalah �tempat untuk bersujud�. Namun, dalam arti terminologi, masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti yang luas[12]. Dalam bahasa Indonesia, masjid diartikan rumah tempat bersembahyang bagi orang Islam. Di dalam bahasa inggris, kata masjid merupakan terjemahan dari kata mosque.[13]
Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan sutau lingkaran (lembaga) dan ditumbuhkannya. Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit, tidak sebagaimana pada zaman Nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga sosial keagamaan semakin memadat, sehingga masjid terkesan sebagai tempat ibadah shalat saja. Pada mulanya, masjid merupakan sentral kebudayaan masyarakat Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, dan pusat pemukiman, serta sebagai tempat ibadah  dan I�tikaf.[14]
Al-�Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid, akan terlihat hidupnya Sunnah-sunnah Islam, menghilangkan segala bid�ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangnya stratafikasi status sosial-ekonomi dalam pendidikan. Karena itu, masjid merupakan lembaga kedua setelah lembaga pendidikan keluarga.[15]
Fungsi masjid dapat lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas terjadinya proses belajar mengajar. Fasilitas yang diperlukan adalah sebagai berikut:[16]
1.      Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan.
2.      Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum dan sesudah shalat jamaah. Program inilah yang dikenal dengan istilah �I�tikaf ilmiah�.
3.      Ruang kuliah, baik digunakan untuk traning (tadrib) remaja masjid, atau juga untuk Madrasah Diniyah. Omar Amin Hoesin memberi istilah ruang kuliah tersebut dengan Sekolah Masjid. Kurikulum yang disampaikan khusus mengenai materi-materi keagamaan untuk membantu pendidikan formal, yang proporsi materi keagamaannya lebih minim dibandingkan dengan proporsi materi umum.
4.      Apabila memungkinkan, teknik khotbah dapat diubah dengan teknik komunikasi transaksi, yakni antara khatib dengan para audien, terjadi dialog aktif satu sama lain, sehingga situasi dalam khotbah menjadi semakin aktif dan tidak monoton. Teknik dialog (hiwar) dapat diterapkan dalam khotbah Jumat manakala memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    Syarat dan rukun khotbah masih diberlakukan.
b.   Jamaah shalat rata-rata terdiri dari kaum intelektual atau kaum cendikiawan, sehingga hanya memungkinkan di masjid perkotaan, pesantren dan masjid kampus.
c.    Diperlukan khatib (moderator) yang berwibawa, alim, dan professional, sehingga ia dapat mengarahkan jalannya diskusi dalam situasi khotbah dengan baik.
d.   Perlu adanya perencanaan yang matang, sehingga jauh-jauh sebelumnya para audien sudah siap terlibat langsung.
e.    Masalah yang dibahas harus masalah yang waqiyah, yakni masalah-masalah kontemporer yang sedang hangat menimpa umat.
Menurut Abuddin Nata, terdapat dua peran yang dilakukan oleh masjid. Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, shalat Idul Fitri, Idul Adha, berzikir dan berdo�a. Pada semua kegiatan ibadah tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan mental spiritual yang amat dalam. Adapun peran masjid sebagai lembaga pendidikan nonformal dapat terlihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqoh (lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya tentang ilmu agama Islam dengan berbagai cabangnya. Kegiatan tersebut berlangsung mengalir sedemikian rupa, tanpa sebuah aturan formal yang tertulis dan mengikat secara kaku. Kedua, peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal yang berkaitan dengan kepentinagan masyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang bersiafat amaliah. Mereka yang banyak terlibat dan aktif dalam berbagai kegiatan di masjid akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan dan kepemimpinan.[17]
Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kehadiran kerajaan Bani Umaiyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga anak-anak masyarakat Islam tidak hanya belajar di masjid tetapi juga pada lembaga-lembaga yang ketiga, yaitu �kuttab� (pondok pesantren). Kuttab, dengan karateristik khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya kuttab mengalami perkembangan pesat karena didukung oleh dana dari iuran masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan peserta didik.[18]
Di Indonesia, istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah �pondok pesantren� yaitu suatu lemabaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pemondokon atau asrama sebagai tempat tinggal para santri. [19]
Menurut para ahli pesantren baru dapat disebut pesantren bila memenuhi lima syarat, yaitu: (1) ada kiai, (2) ada pondok, (3) ada masjid, (4) ada santri, (5) ada pelajaran membaca kitab kuning.[20]
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah:[21]
         Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya,
         Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.
Sebagai lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan serogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan benndungan, sedangkan di Sumatera digunakan istilah halaqah.[22]
  Metode wetonan (halaqah). Metode yang di dalamnya terdapat seorang kiai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif.
  Metode serogan. Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenari kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.
Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukuk Islam, sistem yurisprudensi islam, Hadis, tafsir Al-Quran, teologi islam, tasawuf, tarikh, dan retorika. Dan literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan  istilah �kitab kuning�.[23]
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang terdapat, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu:[24]
  Mulai akrab dengan metodelogi modern.
  Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya.
  Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya dengan kiai tidak absolute, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja
  Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai. Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya:[25]
1.      perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah);
2.      pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab;
3.      bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta kesenian yang islami;
4.      lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.
Madrasah Sebagai Lembaga Pendidiakan Islam
Madrasah adalah isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah atau tempat untuk belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun sekolah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan pada umumnya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang merata di seluruh negara, baik pada negara-negara Islam, maupun negara lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.[26]
Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui Perdana Menteri Bani Saljuk yang bernama Nidzam al-Muluk, melalui Madrasah Nidzamiah yang didirikannya pada tahun 1065 M.[27] Selanjutnya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar setelah Nizam al-Mulk adalah Shalah al-Din al-Ayyubi.[28]
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidaknya mempunyai empat latar belakang, yaitu:[29]
1.      sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam;
2.      usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah;
3.      adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka; dan
4.      sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.
Menurut Abuddin Nata, khususnya di Indonesia dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah di negara lain. Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya terdiri dari mata pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan dan pemahaman terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung hingga kelas empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi para pelajar yang nantinya akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan pilihannya. Di antara madrasah tersebut sebagian besar rata-rata lebih dari 80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah negeri.[30]
            Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan wahana yang benar-benar menenuhi elemen-elemen institusi secara sempurna, yang tidak terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Frank P. Besag dan Jack L. Nelson menyatakan elemen institusi sekolah terdiri atas tujuh macam, yaitu:[31]
1.      Utility (kegunaan dan fungsi). Suatu lembaga sekolah diharapkan memberi kontribusi terhadap  tuntutan masyarakat yang ada, tuntutan kelembagaan sendiri dan aktor.
2.      Actor (pelaku). Actor berperan dalam pelaksanaan tujuan dan fungsi kelembagaan, sehingga actor tersebut mempunyai status dalam institusi tempat ia berada.
3.      Organisasi. Organisasi dalam institusi tergambar dengan bebrerapa bentuk dan hubungan-hubungannya antar-aktor.
4.      Share in society (tersebar dalam masyarakat). Institusi memberikan seperangkat nilai, ide, dan sikap dominan dalam masyarakat, serta mempunyai hubungan-hubungan dengan institusi lain, baik terhadap sistem politik, ekonomi masyarakat, kebudayaan, pengetahuan, dan kepercayaan.
5.      Sanction (sanksi). Institusi memberikan penghargaan dan hukuman bagi actor. Wewenang sanksi diperlakukan bila berhubungan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat tempat institusi berada, dan sanksi dijatuhkan sesuai dengan ukurannya.
6.      Ceremony (upacara, ritus, dan simbol). Upacara dalam pendidikan dilakukan sebagai pengikat tentang status, pengetahuan, dan nilai seperti acara wisuda.
7.      Resistance to change (menentang perubahan). Institusi berorientasi terhadap status quo akan menimbulkan problem baru. Institusi didirikan untuk tujuan sosial tertentu, sehingga ia hidup dengan cara tertentu pula. Oleh karena itu, actor sering khawatir melakukan kesalahan, walaupun hal-hal yang dilakukan mengandung inovasi positif. Perubahan yang terjadi akan menjadi sorotan masyarakat.
Abuddin Nata (2010) mengemukakan beberapa jenis lembaga pendidikan islam, yaitu:
  Rumah (al-Bait)
  Masjid dan Suffah
  Al-Kuttab, Surau dan TPA
  Madrasah
  Al-Zawiyah
Kata zawiyah secara harfiah berasal dari kata inzawa, yanzawi yang berarti mengamil tempat tertentu dari sudut masjid yang digunakan untuk I�tikaf (diam) dan beribadah. Dengan demikian, Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan para kaum sufi sebagai tempat untuk halaqah berzikir dan tafakur untuk mengingat dan merenungkan kaagungan Allah SWT.
6.         Al-Ribath
Secara harfiah, al-ribath artinya ikatan. Al-ribath selanjutnya menjadi lembaga pendidikan yang secara khusus dibagun untuk mendidik para calon sufi atau guru spiritual.
7.         Al-Maristan
Al-maristan dikenal sebagai lembaga ilmiah yang paling penting dan sebagai tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan Islam. Di lembaga ini, para dokter mengajarkan ilmu kedokteran dan mereka mengadakan studi dan penelitian secara menyeluruh.
8.         Al-Qushur (Istana)
Istana tempat kediaman khalifah, raja, sultan, dan keluarganya, selain berfungsi sebagai pusat pengendali kegiatan pemerintahan, juga digunakan sebagai tempat bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan bagi para putra khalifah, raja, dan sultan tersebut.
9.         Hawanit al-Waraqin (Toko Buku)
10.     Al-Shalunat al-Adabiyah (Sanggar Sastra)
Secara harfiah Al-Shalunat al-Adabiyah dapat diartikan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pertunjukan pembacaan dan pengkajian sastra, atau sebagai sanggar atau teater budaya, seperti Taman Ismail Marzuki di Jakarta.
11.     Al-Badiyah
Al-badiyah secara harfiah dapat diartiakn sebagai tempat mengajarkan bahasa Arab asli, yakni bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing. Di tempat ini berbagai warisan budaya Arab pada zaman jahiliyah, seperti puisi, syair, da khotbah diajarkan.
12.     Al-Maktabat (Perpustakaan

A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, kosakata lembaga memiliki empat arti, yaitu:
    Asal mula (yang akan jadi sesuatu); benih (bakal binatang, manusia, dan tumbuhan; misalnya Adam, segumpal tanah yang dijadikan manusia pertama)
    Bentuk (rupa, wujud) yang asli acuan
    Ikatan (tentang mata cincin dan sebagainya)
    Badan (organisasi) yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha, misalnya bahasa Indonesia.
Dalam bahasa inggris, kata lembaga biasanya digunakan sebagai terjemahan dari kata institution, dan selanjutnya menjadi kata institusionalisasi atau institusionalization yang berarti pelembagaan. Dalam bahasa Arab kata lembaga biasanya merupakan terjemahan dari kata muassasah yang berarti foundation (dasar bangunan), establishment (mendirikan bangunan), firm (lembaga).
    Macam-macam Lembaga Pendidikan Islam
Di dalam al-qur�an dan al-hadis, secara eksplisit tidak disebutkan secara khusus mengenai adanya lembaga-lembaga pendidikan, sekolah atau madrasah. Yang disebutkan dalam al-qur�an dan al-hadis yaitu nama-nama tempat yang baik yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya, seperti masjid, rumah, dan majelis. Lembaga-lembaga pendidikan selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
    Rumah (al-bait)
Fungsi rumah sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dari dua aspek dengan penjelasannya.
    Dari segi pendidikan informal, yakni pendidikan dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya. Pendidikan di rumah ini ditekankan pada pembinaan watak, karakter, kepribadian, dan keterampilan mengerjakan pekerjaan atau tugas keseharian yang bisa terjadi di rumah tangga.
    Dari segi pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang dilakukan di rumah yang bentuk materi pengajaran guru, metode pengajaran dan lainnya tidak dibakukan secara formal. Pendidikan nonformal dilakukn dirumah ini misalnya pendidikan yang berkaitan dengan penanaman kaidah, bimbingan menbaca dan menghafal al-qur�an, praktik beribadah,dan praktik akhlak mulia.
    Masjid dan Suffah
Dalam bahasa Indonesia, masjid diartikan rumah tempat bersembahyang bsgi orsng islam. Dalam perkembangan selanjutnya masjid berperan sebagai lembaga pendidikan islam, dan karenanya masjid dapat dkatakan sebagai madrasah yang berukuran besar yang pada masa permulaan sejarah islam dan masa-masa selanjutnya merupakan tempat menghimpun kekuatan umat islam baik dari segi fisik maupun mentalnya. Dengan demekian, masjid yaitu tempat melakukan shalat, madrasah, universitas, majelis nasional, dan pusat-pusat pemberian ftwa serta penggemblengan para pejuag dan patriot-patriot bangsa dari zaman ke zaman.
Berdasarkan uraian diatas tersebut diatas, terdapat dua peran utama yang dilakukan oleh masjid, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran mesjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, idul fitri, idul adha, berzikir dan berdo�a. lembaga pendidikan nonformal dapat dilihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqah (lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya tentang ilmu agama islam dengan berbagai cabangnya.
Kedua,  peran mesjid sebagai lembaga pendidikan social kemasyarakatan dan kepemimpinan. Pendidikan yang pertama kali dilakukan di zaman Rasulullah SAW juga mengambil tempat di mesjid.
    Al-kuttab,Surau, dan TPA
Menurut sejarah islam, orang pertama dari penduduk Mekkah yang belajar menulis adalah Sufyn bin Ummayah bin Abdus Syamsyi dan Abi Qais bin Abdi Manaf bin Zaehab bin Khalib, dan yang mengajarkannya kepada kedua orang ini Basyar bin Abdul Malik yang pernah belajar menulis dari penduduk Hirah.
Menurut Ahmad Syalabi, bahwa tumbuhnya al-kuttab yang tugas pokoknya mengajarkan al-qur�an dan  dasar-dasar agama islam berawal pada zaman permulaan islam, yaitu pada zaman pemerintahan khalifah Abu bakar. Selanjutnya di anatara guru al-kuttab ada yang kreatif dalam menciptakan metode yang menyerupai metode komprehensif sebagai standar pengajaran membaca dan menulis, yang mana metode ini paling baru dipakai dalam mengajar anak-anak yang baru mulai belajar membaca dan menulis. Keterangan tersebut diatas selain menunjukkan keberadaan al-kuttab di tengah-tengah masyarakat, juga memperlihatkan bahwa al-kuttab adalah lembaga pendidikan awal yang tergolong inovatif, kreatif, dinamis, demokratis dan egaliter.
Di surau ini anak-anak diajarkan tentang membaca al-qur�an, praktik ibadah shalat, dasar-dasar agama, akhlak, dan akidah. Hal ini dimungkinkan, karena pada masa awal keberadaan surau di abad ke-18 M, keadaan peralatan transportasi masih amat terbatas, sehingga terpaksa dengan cara berjalan kaki. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya ada pula suarau yang kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan yang lebih besar dan tinggi lagi seperti hal pesantren sebagaimana yang dijumpai di jawa Barat. Berbagai lembaga pendidikan tersebut selanjutnya berubah namanya menjadi Taman Pendidikan Anak-anak (TPA) yang tersebar di dearah perkotaan maupun di pedesaan.
    Madrasah
Madrasah ialah isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah atau tempat untuk belajar. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang merata di seluruh Negara, baik pada Negara-negaraislam, maupun Negara lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat islam. Sebagai ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui perdana Menteri Bani Saljuk yang bernama Nidzam al-muluk, melalui madrasah nidzamiah yang didirikannya pada tahun 1065M.
Menurut Abdul mujib dan Jusuf Mudzakir, bahwakehdirasab madrasah sebagai lembaga pendidikan setidaknya-tidaknya mempunyai empat latar belakang yaitu:
    Sebagai manifestasi dan realisasi pembaruan system pendidikan islam
    Sebagai usaha menyempurnakan terhadap system pendidikan pesantren kearah suatu system pendidikan yang tidak memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
    Adanya sikap mental pada sementara golongan umat islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai system pendidikan.
    Sebagai upaya untuk menjembatani antara system pendidikan tradisomal yang dilakukan oleh pesnatren dan system pendidikan modern dari hasil akulturasi.
Berdasarkan catatan singkat tersebut dapat dikemukakan beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya madrasah di Timur Tengah sebagai berikut.
    Madarsah lahir sejalan dengan meningkatkan bidang kajian ilmu agama islam yang tidak mungkin lagi dijarkan dimasjid.
    Madrasah lahir sebagai lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu agama islam secara lebih luas dan memdalam dibandingkan dengan lembaga pendidikan al-kuttab yang mempelajari ilmu agama islam secara terbatas dan tidak mendalam.
    Al-Zawiyah
Kata zawiyah secara harfiah berasal dari kata inzawa,yanzawi, yang brrti mengambil tempat tertentu dari sudut masjid yang digunakan untuk I�tikaf (diam) dan beribadah. Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan para kaum sufi sebgai tempat untuk halaqah berzikir dan takafur untuk menngkatkan dan merenungkan keagungan ALLAh SWT.
Selain itu, Zawiyah sering pula digunakan untuk nama asrama atau pondok tempat beberapa tarekat tasawuf mengajarkan ajarannya kepada masyarakat yang berminat. Diantara tarekat yang menggunakan zawiyah sebagai tempatnkegiatannya adalah tareqat al-Qadiriyah, al-tijaniyah, al-Sanusiyah, al-Syadziliyah, dan al-Khulwitiyah.
Berdasarkan informasi tersebut, dapat dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut.
    Eksitensi (keberadaan) zawiyah ialah sesuatu yang rel, bukan fiktif; sesuatu yang benr-benar ada dan telah melakukan perannya yang amat signifikan dalam berbagai bidang.
    Zawiyahbukan hanya terdapat di kawasan Timur Tengah saja, melainkan juga di Eropa dan Barat, bahkan di Asia.
    Zawiyah, bukan hnaya berperan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan bagi para calon guru tasawuf/tarekat, melainkan juga telah berperan sebagai lembaga pendidkan agama, tempat tinggal para tamu.
    Al-Ribath
Secara harfiah, al-ribath artinya ikatan. Namun berbeda dengan kata al-�aqad yang juga artinya ikatan. Al-ribath adalah ikatan yan mudah dibuka, seperti ikatan rambut seorang wnita. Berbagai aturan yang terdapat dalam al-ribath sebgaimana tersebut, banyak yang digunakan oleh lemabga pendidikan sekarang dengan sedikit modifikasi dan penyesuaian. Istilah, murid, mursyid, ibtidaiyah, mustawasithah, aliyah dan ijasah misalnya diambil dari istilah yang terdapat al-ribath.
    Al-Maristan, dikenal sebagai lemaga ilmiah yang palingpenting dan sebagai penyembuhan dan pengobatan pada zaman emasan islam. Di anatara dokter yang paling terkenal kemampuan dan kemusyurannya di dunia islam dan di Negara Barat yaitu Mohammad bin Zakaria al-Razi. Ia pernah memimpin Maristan di Baghdad pada masa khalifah 1 Muktafa pada tahun 311 hijriyah.
    Al-Qushur (istana)
    Hawanit al-Waraqin (took buku), pada zaman Arab jahiliyah terdapat sejumlah pasar, seperti Ukadz, Majanah dan Dzul Majaz, dan di antara took-toko yang ada di pasar itu dijadikan tempat menjual buku pada zaman islam
Al-Shalunat al-Adabiyah (sanggar sastra), secara harfiah al-shalunat al-adabiyah dapat diartikan sebagai tempat untuk melkukan kegiatan pertunjukn pembacaan dan pengkajian sastra, atau sebagai sanggar atau teater budaya/
    Al-Badiyah, secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat mengajarkan bahasa Arab asli, yakni bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing.
    Al-Maktabat (perpustakaan), dilihat dari segi fungsinya, perpustakaan tersebut dapat dibagi 3 yaitu. Perpustakaan umum, kedua perpustakaan untuk umum khusus dan ketiga perpustakaan khusus.
    Sifat dan Karakter Lembaga Pendidikan Islam
    Lembaga pendidikan islam bersifat holistic, terdiri  dari lembaga pendidikan informal, nonformal dan formal.
    Lembaga pendidikan islam bersifat dinamis dan inovatif
    Lembaga pendidikan islam bersifat responsive dan fleksibel, yakni senantiasa menyesuaikan diri atau menjawab berbagai kebutuhan masyarakat.
    Lembaga pendidikan islam bersifat terbuka, yakni dapat diakses atau digunakan seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai latar belakang keahlian, status social, ekonomi, budaya dll.
    Lembaga pendidikan islam berbasis pada masyarakat.
    Lembaga pendidikan islam bersifat religious.

LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA�
A. Pendidikan di Mesjid atau Surau
Secara harfiah mesjid atau surau diartikan sebagai tempat sujud/setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Juga berarti �tempat shalat berjama`ah�. Mesjid atau surau mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan Islam karena itu Mesjid atau Surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak keperluannya bagi perkembangan masyarakat Islam.
1. Mesjid sebagai lembaga pendidikan Islam
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa pendidikan di Mesjid atau Surau berperan sangat penting dalam pendidikan Islam di Indonesia karena mesjid atau surau ini dianggap lembaga pendidikan Islam tertua sebelum adanya pesantren. Al-Abdi dalam bukunya Almadlehal menyatakan Mesjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan tempat pendidikan di dalam mesjid akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam, menghilangkan bid`ah-bid`ah serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam penidikan. Mesjid merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga. Oleh sebab itu implikasi Mesjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
a. Mendidik untuk taat beribadah kepada Allah SWT.
b. Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial serta menyadarkan hak dan kewajiban
c. Memberi rasa ketentuan, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui penididikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimism dan pengadaan penelitian.
Mesjid atau surau merupakan institusi pendidikan Islam pertama yang dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim yang pada dasarnya mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Agar anak mampu melaksanakan tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Sebenarnya pendidikan di Surau dan di Mesjid dapat dibedakan, di mana pendidikan di Surau tahap awal atau dasarnya disebut sebagai pengajian Al-Quran sedangkan di Mesjid tingkat lanjutan disebut pengajian kitab. Dengan demikian di Surau dan di Mesjid pada masa lalu telah diselenggarakan dua macam strata pendidikan , yaitu pendidikan dasar yang disebut pengajian Al-Quran dan yang kedua adalah pendidikan tingkat lanjutan yang disebut buku kitab.
Cara belajar di Mesjid dan Surau itu dengan cara mengelilingi gurunya yang berada di tengah dengan duduk bersila tanpa mempergunakan meja atau bangku. Materi yang diberikan tergantung karena sesuai dengan kemampuan anak-anak. Dengan tahap awal belajar mempelajari huruf hijaiyah setelah itu menghafal dan menuliskan huruf tersebut. Setelah pandai membaca surat pendek baru diperkenankan untuk membaca alquran secara berturut-turut sampai khatam. Bukan dengan mengaji saja tapi ada pula diajarkan tentang cara berwudhu` dan shalat diberikan secara langsung dan dilakukan perorangan dengan waktu yang tertentu (langsung dipraktekkan dalam waktu shalat)
Waktu bulan ramadhan digunakan untuk kegiatan ibadah dan pengajian , misalnya tadarusan dilakukan dengan cara bergantian sampai khatam alquran, ini merupakan kesempatan terbaik bagi anak-anak untuk mengulang dan memperlancar pembacaan alquran.
2. Fungsi Surau dan Mesjid
Mesjid dan surau merupakan wadah atau tempat khusus yang berfungsi ganda sejak pertama kali keberadaannya. Secara garis besar berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan serta kebudayaan, dan tempat penyelenggaraan urusan ummat. Dari waktu kewaktu mengalami perkembangan bentuk dan sifat fungsi mesjid dan surau sangat beragam dan bervariasi. Dalam hal ini fungsi mesjid akan lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas proses belajar mengajar, fasilitas yang dimaksud adalah :
a. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan yang berbagai disiplin keilmuan
b. Ruang diskusi, yang digunkan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat berjama`ah. Langkah-langkah praktis yang ditempuh dalam operasionalisasi adalah memberikan planning terlebih dahulu dengan menampilkan beberapa pokok persoalan yang akan dibahas
c. Ruang kuliah, baik digunakan untuk remaja mesjid atau madrasah diniyah
B. Pendidikan di Pondok Pesantren
1. Asal usul pondok pesantren dan perkembangannya
Pesantren yang merupakan bapak dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman, dapat dilihat dari perjalanan sejarah, di mana bila dirunut kembali, sesunuhnya pesantren didirikan atas kesadaran kewajiban dakwah islamiyah, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da`I, di mana pesantren adalah tempat belajar para santri. Pembangunan pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga pendidikan lanjut. Namun demikian, harus ada pengakuan masyarakat tentang seorang guru atau kiyai yang mengajar di pesantren tersebut. Guru atau kiyai harus mempunyai ilmu yang tinggi, karena kelangsungan hidup pesantren tergantung pada daya tarik seorang guru atau kiyai yang memimpin, dengan mempunyai ilmu yang tinggi secara otomatis santri-santri dari luar daerah pun akan berdatangan untuk belajar dengannya.
Pada masa colonial Belanda dan jepang banyak terdapat pesantren di Indonesia terutama untuk jawa, lebih kurang 1853 buah pesantren yang ada dan ini sudah termasuk sumatera dan Kalimantan. Dan masih banyak laporan-laporan yang lain dari tahun ke tahun tentang pesatnya perkembangan pesantren di Indonesia.
2. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
Pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dalam pendidikan umum, yaitu :
a. Memakai sistem tradisional dibandingkan seklolah modern
b. Terciptanya hubungan kerja sama dalam memecahkan/menghadapi masalah
c. Para santri tidak dapat penyakit simbdis
d. Sistemnya mengutamakan kesederhanaan dan terciptanya hubungan yang baik
e. Alumninya tidak menginginkan jabatan pemerintah, sehingga mereka tidak dapat dikuasai pemerintah
Ada beberapa ciri khas pesantren yang membedakan dengan lembaga pendidikan lain sebagai berikut :
a) Pondok
Tempat untuk tinggalnya kiyai dan para santri serta kerja sama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inilah yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lain
b) Adanya Mesjid
Sebagai tempat ibadah dan belajar mengajar,juga merupakan unsur pokok kedua dari pesantren, disamping berfungsi sebagai tempat shalat berjamaah setiap waktu shalat juga sebagai tempat belajar mengajar biasanya waktu belajar berkaitan dengan waktu shalat berjamaah
c) Santri
Merupakan suatu pokok dalam pesantren, terdiri dari 2 kelompok, yaitu :
1. Santri mukim
Santri yang bersal dari daerah jauh dan menetap di pesantren
2. Santri kalong
Santri yang bersal dari daerah sekitar pesantren dan mereka tidak menetap
d) Kiyai
Seorang tokoh sentral dalam pesantren yang member pengajaran salah satu tokoh yang paling dominan dalam pesantren karena kemasyhurannya. Perkembangan dan kelangsungan hidup tergantung pada keahliannya
e) Kitab � kitab klasik
Yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lain yaitu dipesntren diajarkan kitab-kitab klasik yang dikarang oleh para ulama dahulu dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan bahasa arab
3. Sistem pendidikan dan pengajaran pesantren
Menggunakan model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorongan/bendungan. Sorongan disebut sebagai cara mengajar perkepala. Setiap santri mendapatkan pengajaran langsung dari kiyai dengan cara ini dibutuhkan banyak badal/pengganti kiyai untuk melakukan cara sorongan ini.
Dengan cara bendungan atau halaqah, para santri duduk disekitar kiyai dengan membentuk lingkaran, kiyai hanya mengajarkan kitab tertentu kepada sekelompok santri. Metode ini bisa juga dikatakan sebagai proses belajar mengajar secara kolektif.
Pesantren dapat dibedakan menjadi dua:
1. Pesantren tradisional
2. Pesantren modern
Arah perkembangan pesantren dititik beratkan pada tujuan indtitudional peningkatan kurikulum, menggalakkan pendidikan keterampilan dilingkungan, menyempurnakan bentuk
C. Madrasah
1. Lahir dan berkembangnya madrasah di Indonesia
Tampaknya kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidaknya mempunyai latar belakang, diantaranya :
a) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam
b) Usaha penyempurnaan terhadap sisteam pesantren kearah suatu system pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum
c) Adanya sikap mental pada sementara golongan ummat Islam, khususnya para santri yang terpukau pada barat sebagai system pendidikan mereka
d) Sebagai upaya untuk menjembatani antara system pendidikan tradisional dan system pendidikan modern
2. System pendidikan dan pengajaran di madrasah
Perpaduan antara system pesantren dan system modern merupakan system pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di madrasah. Proses ini berlangsung secara berangsur-angsur, system pengajian kitab dilakuakan sekarang diganti dengan bidang-bidang tertentu waulaupun masih menggunkan kitab lama, dan kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran .
Dikarenakan pengaruh ide-ide pembaharuan, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk kemadrasah, buku-buku tentang agama banyak disusun sesuai dengan tingkatan madrasah, bahkan lahirlah madrasah yang mengikuti system sekolah-sekolah modern.
Selain pelajaran agama dan bahasa arab, ada juga diajarkan pengetahuan umum dimadrasah di antaranya adalah :
a. Membaca dan menulis (huruf latin) bahas Indonesia
b. Berhitung/matematika
c. Ilmu bumi
d. Sejarah Indonesia dan dunia
e. Olah raga dan kesehatan
Bukan ini saja di madrasah juga diajarkan keterampilan sebagai bekal lulusannya ketika terjun kemasyarakat.


Posting Komentar untuk "PENGERTIAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM"